MORALITAS KORUPTOR
ABSTRAKSI
Selvi Yuliani,
16211662
MORALITAS
KORUPTOR
Jurnal. Jurusan
Manajemen, Fakultas Ekonomi, Universitas
Gunadarma, 2014
Kata Kunci :
Moralitas, koruptor
16 halaman )
Korupsi merupakan salah satu masalah terbesar dalam peekonomian dan dunia
politik Indonesia
saat ini.
Tujuan penulisan ini adalah untuk mengetahui mengapa korupsi semakin
marak dewasa ini, mengapa bisa terjadi dan bagaimana dampaknya terhadap sebuah
kegiatan bisnis dan siapa yang harus bertanggung jawab. Metode pengumpulan data
dalam makalah ini menggunakan library research dengan menggunakan data
sekunder,
Dari hasil penulisan ini dapat diketahui bahwa korupsi sangat berkaitan
erat dengan moralitas, karena seorang koruptor tidak menjunjung nilai moralitas
yang berlaku di masyarakat dan hanya mengutamakan kepentingannya pribadi.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang Masalah
Korupsi (bahasa Latin: corruptio dari kata kerja corrumpere yang
bermakna busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok). Secara harfiah,
korupsi adalah perilaku pejabat publik, baik politikus/politisi maupun pegawai
negeri, yang secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri atau memperkaya
mereka yang dekat dengannya, dengan menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan
kepada mereka.
Koruptor sering
diidentikkan dengan prilaku tikus. Binatang berukuran kecil dan licik itu
seringkali menggerogoti lemari makanan rumah orang untuk mencuri makanan.
Biasanya tikus beroperasi pada saat pemilik rumah sedang lengah. Sifat licik
inilah yang sering disamakan dengan cara-cara koruptor mencuri uang yang bukan
haknya. Pada tahun 2014 ini, negara Republik Indonesia meraih peringkat kelima
paling korup di dunia. Peringkat memalukan ini diketahui berdasarkan hasil
survey tahun 2014 oleh lembaga independen transparency.org.
Hampir semua
negara di dunia ini pasti ada kasus korupsi, hanya saja besar kecilnya lah yang
berbeda masing-masing negara. Dari 146 negara yang disurvey, tercatat data 10
besar negara yang dinyatakan sebagai negara terkorup. Negara mana sajakah itu.?
inilah sepuluh negara tersebut..
1. Azerbaijan
2. Bangladesh
3. Bolivia
4. kamerun
5. Indonesia
6. Irak
7. Kenya
8. Nigeria
9. Pakistan
10. Rusia.
.
Korupsi
merupakan masalah social di Indonesia yang menyebabkan kemiskinan bagi negara
karena ulah koruptor-koruptor yang tidak bertanggung jawab.
Akibat adanya
korupsi di Indonsia yang tinggi ini mempengaruhi kestabilan politik di Indonesia dan membuat investor agak ragu untuk
melakukan investasi di Indonesia
karena khawatir dengan perekonomian yang kurag stabil.
Korupsi terjadi
karena moral para pemimpin yang diberi tanggung jawab belum cukup baik untuk
mengemban tugasnya, banyak fakor penyebab korupsi seperti
1.2 Rumusan
Masalah
Rumusan masalah
pada penulisan ini adalah :
1.
Mengapa korupsi bisa terjadi dan apa saja fakor penyebabnya?
2. Mengapa korupsi dan sulit diberantas?
3.
Bagaimana dampaknya terhadap sebuah kegiatan bisnis ?
4.
Siapa yang harus bertanggungjawab ?
5. Bagaimana cara membernatas korupsi?
1.3 Batasan
masalah
Batasan masalah
penulisan ini adalah hanya terbatas mengenai moralitas koruptor.
1.4 Tujuan
Penulisan
Tujuan penulisan
ini yaitu
1.
Untuk mengetahui factor-faktor penyebab terjadinya korupsi
2. Untuk mengetahui penyebab korupsi dan sulit diberantas
3.
Untuk mengetahui dampak korupsi terhadap sebuah kegiatan bisnis
4.
Untuk mengetahui pihak-pihak yang bertanggung jawab atas terjadinya korupsi
5. Untuk mengetahui cara membernatas korupsi
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1
Moralitas
Moral berasal dari bahasa Latin "mos" (jamak: mores) yang berarti kebiasaan,
adat. Kata "mos" (mores) dalam bahasa Latin
sama artinya dengan etos dalam bahasa Yunani. Di dalam bahasa Indonesia, kata
moral diterjemahkan dengan arti susila.
Berikut ini
beberapa Pengertian Moral Menurut para Ahli:
· Pengertian Moral Menurut Chaplin
(2006): Moral mengacu pada akhlak
yang sesuai dengan peraturan sosial, atau menyangkut hukum atau adat kebiasaan
yang mengatur tingkah laku.
· Pengertian Moral Menurut Hurlock
(1990): moral adalah tata
cara, kebiasaan, dan adat peraturan perilaku yang telah menjadi kebiasaan bagi
anggota suatu budaya.
· Pengertian Moral Menurut Wantah
(2005): Moral adalah sesuatu yang
berkaitan atau ada hubungannya dengan kemampuan menentukan benar salah dan baik
buruknya tingkah laku.
Dari tiga pengertian moral di atas, dapat disimpulkan bahwa Moral adalah
suatu keyakinan tentang benar salah, baik dan buruk, yang sesuai dengan kesepakatan
sosial, yang mendasari tindakan atau pemikiran. Jadi, moral sangat berhubungan
dengan benar salah, baik buruk, keyakinan, diri sendiri, dan lingkungan sosial.
Moralitas dibagi menjadi dua yaitu :
1) Moralitas Obyektif
Moralitas obyektif
lahir dari kesadaran manusia untuk mencapai
kebaikan bersama. Moralitas obyektif adalah tata nilai yang secara
obyektif ada dan dipatuhi bersama sebagai konsekuensi dari kodrat manusia
sebagai makhluk berakal budi.
Moralitas seperti ini
hadir dalam bentuk aneka peraturan, perundangan, norma, dan nilai-nilai yang
berkembang dalam tata hidup bersama. Ia bisa berwujud aturan yang sudah
diwariskan turun-temurun, tetapi bisa juga berwujud aturan yang dengan sengaja
dibuat untuk pencapaian kebaikan bersama, misalnya undang-undang, KUHP, aneka
tata-tertib, dll. Untuk mencegah korupsi misalnya, manusia kemudian membuat
undang-undang antikorupsi.
Pelanggaran terhadap
moralitas obyektif ini mengakibatkan si pelanggar dikenai sanksi dan hukum yang
berlaku. Seorang koruptor, misalnya, harus dihukum jika secara obyektif dia
terbukti melakukan korupsi.
2) Moralitas
Subyektif
Moralitas subyektif
adalah tata nilai yang secara konstitutif ada di dalam hati sanubari manusia.
Karena setiap manusia berakal budi, maka setiap manusia mempunyai dalam dirinya
sendiri tata nilai yang mengantarnya kepada kebaikan, dan ini harus ditaati.
Berbeda dengan
moralitas obyektif, pelanggaran terhadap norma subyektif ini tidak bisa dikenai
hukum obyektif. Lalu instansi apa yang bisa mengawasi moralitas subyektif
semacam ini? Bukan polisi, tentara, jaksa, ataupun KPK, melainkan hati nurani!
Hati nurani inilah yang kemudian terlanggar jika seseorang memilih untuk
menyimpang kepada keburukan dengan mau-tahu-dan bebas.
Secara sekilas, agaknya
moralitas subyektif ini sanksinya lebih ringan karena hanya dirinya sendiri
yang tahu. Tetapi betulkah demikian? Tidak! Justru sanksi dari moralitas
subyektif ini akan menghantuinya seumur hidup. Jika hukuman obyektif (sanksi
penjara misalnya) hanya berlaku selama beberapa tahun dan setelah itu ia bisa
melenggang bebas, tidak demikian dengan sanksi yang dijatuhkan nurani manusia!
2.2 Korupsi
Menurut UU no 31 tahun 1991 Korupsi adalah suatu tindakan memperkaya diri
sendiri, penyalahgunaan wewenang dan kekuasaan, memberi dan menjajnjikan
sesuatu kepada ejabat atau hakim, berbuat curang, melakukan penggelapan, dan
menerima hadiah terkait tanggung jawab yang dijalani, sedangkan menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia, korupsi adalah penyelewengan atau penggelapan uang
negara atau perusahaan dan sebagainya untuk kepentingan pribadi maupun orang
lain.
Dalam arti yang luas, korupsi atau korupsi politis adalah penyalahgunaan
jabatan resmi untuk kepentingan dan keuntungan pribadi. Semua bentuk pemerintah
atau pemerintahan rentan korupsi dalam prakteknya. Beratnya korupsi
berbeda-beda, dari yang paling ringan dalam bentuk penggunaan pengaruh dan
dukungan untuk memberi dan menerima pertolongan, sampai dengan korupsi berat
yang diresmikan, dan sebagainya. Titik ujung korupsi adalah kleptokrasi, yang
arti harafiahnya pemerintahan oleh para pencuri, di mana pura-pura bertindak
jujur pun tidak ada sama sekali.
Apabila dilihat dari asal-usul istilahnya, korupsi berasal dari
bahasa Latin corruptio yang berarti kerusakan, pembusukan, kemerosotan, dan
penyuapan. Ada beberapa istilah yang mempunyai
arti yang sama dengan korupsi, yaitu corrupt (Kitab Negarakrtagama) artinya
rusak, gin moung (Muangthai) artinya makan bangsa, tanwu (China) berarti
keserakahan bernoda, oshoku (Jepang) yang berarti kerja kotor. Berdasarkan
makna harfiah, korupsi adalah keburukan, kejahatan, ketidakjujuran,
penyimpangan dari kesucian, kata-kata yang bernuansa menghina atau memfitnah,
penyuapan. Dalam bahasa Indonesia
korupsi adalah perbuatan buruk seperti penggelapan uang, penerimaan uang sogok
dan sebagainya.
Ada beberapa
unsur korupsi, yaitu:
1. adanya pelaku Korupsi terjadi karena
adanya pelaku atau pelaku-pelaku yang memenuhi unsur-unsur tindakan korupsi.
2. adanya tindakan yang melanggar
norma-norma Tindakan yang melanggar norma-norma itu dapat berupa norma agama,
etika, maupun hukum
3. adanya tindakan yang merugikan negara
atau masyarakat secara langsung maupun tidak langsung Tindakan yang merugikan
negara atau masyarakat dapat berupa penggunaan dan penyalahgunaan kekuasaan
atau wewenang maupun penggunaan kesempatan yang ada, sehingga merugikan
keuangan negara, fasilitas maupun pengaruh dari negara.
4. adanya tujuan untuk keuntungan pribadi
atau golongan Hal ini berarti mengabaikan rasa kasih sayang dan tolong-menolong
dalam bermasyarakat demi kepentingan pribadi atau golongan. Keuntungan pribadi
atau golongan dapat berupa uang, harta kekayaan, fasilitas-fasilitas negara
atau masyarakat dan dapat pula mendapatkan pengaruh.
Menurut UU. No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi, ada tiga puluh jenis tindakan yang bisa dikategorikan sebagai tindak
korupsi. Namun secara ringkas tindakan-tindakan itu bisa dikelompokkan menjadi:
1. Kerugian
keuntungan Negara
2. Suap-menyuap
(istilah lain : sogokan atau pelicin)
3. Penggelapan
dalam jabatan
4. Pemerasan
5. Perbuatan
curang
6. Benturan
kepentingan dalam pengadaan
7. Gratifikasi
(istilah lain : pemberian hadiah).
Selanjutnya Alatas dkk (Kumorotomo, 1992 : 192-193), mengemukakan ada
tujuh jenis korupsi, yaitu :
1. Korupsi
transaktif (transactive corruption)
Jenis korupsi ini disebabkan oleh adanya kesepakatan timbal balik antara
pihak pemberi dan pihak penerima demi keuntungan kedua belah pihak dan secara
aktif mereka mengusahakan keuntungan tersebut.
2. Korupsi
yang memeras (extortive corruption)
Pemerasan adalah korupsi di mana pihak pemberi dipaksa menyerahkan uang
suap untuk mencegah kerugian yang sedang mengancam dirinya, kepentingannya atau
sesuatu yang berharga baginya.
3. Korupsi
defensif (defensive corruption)
Orang yang bertindak menyeleweng karena jika tidak dilakukannya, urusan
akan terhambat atau terhenti (perilaku korban korupsi dengan pemerasan, jadi
korupsinya dalam rangka mempertahankan diri).
4. Korupsi
investif (investive corruption)
Pemberian barang atau jasa tanpa memperoleh keuntungan tertentu, selain
keuntungan yang masih dalam angan-angan atau yang dibayangkan akan diperoleh di
masa mendatang.
5. Korupsi
perkerabatan atau nepotisme (nepotistic corruption)
Jenis korupsi ini meliputi penunjukan secara tidak sah terhadap
Sanak-Saudara atau teman dekat untuk menduduki jabatan dalam pemerintahan.
Imbalan yang bertentangan dengan norma dan peraturan itu mungkin dapat berupa
uang, fasilitas khusus dan sebagainya.
6. Korupsi
otogenik (autogenic corruption)
Bentuk korupsi
yang tidak melibatkan orang lain dan pelakunya hanya satu orang saja.
7. Korupsi
dukungan (supportive corruption)
Korupsi yang
dilakukan untuk melindungi atau memperkuat korupsi yang sudah
ada maupun yang akan dilaksanakan.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Untuk memperoleh data yang digunakan dalam penulisan tugas ini penulis
menggunakan library research (studi kepustakaan) yaitu dengan cara
memperolehnya dari buku dan internet yang berkaitan dengan koruptor dan
moralitas, dalam hal ini digunakan data sekunder.
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Faktor -
faktor penyebab korupsi
Disini akan
diuraikan tentang sebab tindak pdana
tindak pidana korupsi menurut analisa para pakar, berikut penjelasanya :
Ada beberapa
sebab terjadinya praktek korupsi. Singh (1974) menemukan dalam penelitiannya
bahwa penyebab terjadinya tindak
pidana tindak pidana korupsi di India adalah
kelemahan moral (41,3%), tekanan ekonomi (23,8%), hambatan struktur
administrasi (17,2 %), hambatan struktur sosial (7,08 %). Sementara itu Merican
(1971) menyatakan sebab-sebab terjadinya
tindak pidana tindak pidana korupsi
adalah sebagai berikut :
– Peninggalan
pemerintahan kolonial.
– Kemiskinan dan
ketidaksamaan.
– Gaji yang
rendah.
– Persepsi yang
populer.
– Pengaturan
yang bertele-tele.
– Pengetahuan
yang tidak cukup dari bidangnya.
Di sisi lain
Ainan (1982) menjelaskan beberapa sebab terjadinya tindak pidana
tindak pidana korupsi yaitu :
a. Perumusan
perundang-undangan yang kurang sempurna.
b. Administrasi
yang lamban, mahal, dan tidak luwes.
c. Tradisi untuk
menambah penghasilan yang kurang dari pejabat pemerintah
dengan upeti
atau suap.
d. Dimana
berbagai macam tindak pidana tindak pidana korupsi dianggap biasa, tidak
dianggap bertentangan
dengan moral,
sehingga orang berlomba untuk korupsi.
e. Di India,
misalnya menyuap jarang dikutuk selama menyuap tidak dapat
dihindarkan.
f. Menurut
kebudayaannya, orang Nigeria Tidak dapat menolak suapan dan
korupsi, kecuali
mengganggap telah berlebihan harta dan kekayaannya.
g. Manakala
orang tidak menghargai aturan-aturan resmi dan tujuan organisasi
pemerintah,
mengapa orang harus mempersoalkan korupsi.
Dari pendapat
para ahli diatas, maka dapat disimpulkan bahwa sebab-sebab terjadinya tindak pidana
tindak pidana korupsi adalah sebagai berikut :
1. Gaji yang
rendah, kurang sempurnanya peraturan perundang-undangan,
administrasi
yang lamban dan sebagainya.
2. Warisan
pemerintahan kolonial.
3. sikap mental
pegawai yang ingin cepat kaya dengan cara yang tidak halal, tidak
ada kesadaran
bernegara, tidak ada pengetahuan pada bidang pekerjaan yang dilakukan oleh
pejabat pemerintah.
4.2 Mengapa
Sulit Diberantas?
Korupsi sulit
diberantas di Indonesia
karena sudah membudaya di Indonesia
dank arena hukuman yang ringan dari pemerintah untuk para koruptor karena dalam
hokum terkadang uang masih dapat berbicara sehingga hukumannya ringan dan tidak
menyebabkan efek jera.
4.3 Dampak
korupsi terhadap sebuah kegiatan bisnis
Berikut beberapa dampak dan akibat yang
ditimbulkan dari pelanggaran dan penyalahgunaan wewenang dengan seseorang
melakukan korupsi, Menyatakan bahwa akibat-akibat tindak pidana
tindak pidana korupsi adalah :
1. Pemborosan sumber-sumber, modal yang lari,
gangguan terhadap penanaman modal, terbuangnya keahlian, bantuan yang lenyap.
2. ketidakstabilan, revolusi sosial,
pengambilan alih kekuasaan oleh militer, menimbulkan ketimpangan sosial budaya.
3.
pengurangan kemampuan aparatur pemerintah, pengurangan kapasitas
administrasi, hilangnya kewibawaan administrasi.
Dalam pendapat Selanjutnya Mc Mullan (1961)
mengatakan bahwa akibat tindak tindak pidana
tindak pidana korupsi adalah ketidak efisienan, ketidakadilan, rakyat
tidak mempercayai pemerintah, memboroskan sumber-sumber negara, tidak mendorong
perusahaan untuk berusaha terutama perusahaan asing, ketidakstabilan politik,
pembatasan dalam kebijaksanaan pemerintah dan tidak represif.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas, maka
dapat disimpulkan akibat-akibat tindak
pidana tindak pidana korupsi diatas
adalah sebagai berikut :
1. Tata ekonomi seperti larinya modal keluar
negeri, gangguan terhadap
perusahaan, gangguan penanaman modal.
2. Tata sosial budaya seperti revolusi
sosial, ketimpangan sosial.
3. Tata politik seperti pengambil alihan
kekuasaan, hilangnya bantuan luar negeri, hilangnya kewibawaan pemerintah,
ketidakstabilan politik.
4. Tata administrasi seperti tidak efisien,
kurangnya kemampuan administrasi, hilangnya keahlian, hilangnya sumber-sumber
negara, keterbatasan kebijaksanaan pemerintah, pengambilan tindakan-tindakan
represif. Secara umum akibat tindak pidana tindak pidana korupsi adalah merugikan negara
dan merusak sendi-sendi kebersamaan serta memperlambat tercapainya tujuan
nasional seperti yang tercantum dalam Pembukaan Undang-undang Dasar 1945.
4.4 Pihak
yang bertanggung jawab
Selain koruptor itu sendiri dan KPK (komisi
pemberantasan Korupsi) Pihak yang bertanggung jawab atas korupsi adalah
pemerintah yang harus lebih tegas untuk menetapkan perundang-undangan korupsi
dan kita sebagai generasi bangsa juga turut bertanggung jawab
untuk dapat mensosialisasikan apa itu korupsi, apa akibatnya sehingga dapat
melakukan pencegahan tindakan korupsi. Hal ini merupakan tanggung jawab seluruh
elemen bangsa itu sendiri.
4.5 Cara
Memberantas Korupsi
1. Menanamkan
Pendidikan Etika dan Moral Anti-korupsi sejak dini
2. Pemahaman
dari aspek rohani dan ajaran agama bahwa korupsi itu merupakan perbuatan yang
sangat tidak bermoral ,merupakan dosa besar dan dibenci oleh Allah SWT.
3. Dengan
menjalankan Prinsip anti korupsi, antara lain :
a.
Akuntanbilitas
Akuntabilitas mengacu pada kesesuaian antara
aturan dan pelaksanaan kerja. Semua lembaga mempertanggung jawabkan kinerjanya
sesuai aturan main baik dalam bentuk konvensi (de facto) maupun konstitusi (de jure), baik pada level
budaya (individu dengan individu) maupun pada level lembaga.
b. Transparansi
·
Transparansi : prinsip yang mengharuskan semua
proses kebijakan dilakukan secara terbuka, sehingga segala bentuk penyimpangan
dapat diketahui oleh publik.
·
Transparansi
menjadi pintu masuk sekaligus kontrol bagi seluruh proses dinamika struktural
kelembagaan.
·
Dalam
bentuk yang paling sederhana, transparansi
mengacu pada keterbukaan dankejujuran untuk saling menjunjung tinggi kepercayaan (trust). Kontrol
masyarakat juga sangat diperlukan.
c. Fairness
untuk mencegah terjadinya manipulasi (ketidakwajaran) dalam penganggaran, baik dalam bentuk mark up maupun ketidakwajaran lainnya.
4. Dengan
menjalankan kebijakan anti korupsi
·
Kebijakan anti
korupsi mengatur tata interaksi agar tidak terjadi penyimpangan yang
dapat merugikan negara dan masyarakat.
·
Kebijakan anti korupsi tidak selalu identik dengan
undang-undang anti-korupsi, namun bisa berupa undang-undang kebebasan mengakses
informasi, undang-undang desentralisasi, undang-undang anti-monopoli, maupun
lainnya yang dapat memudahkan masyarakat mengetahui sekaligus mengontrol
terhadap kinerja dan penggunaan anggaran negara oleh para pejabat negara.
4 aspek kebijakaan:
1)Isi kebijakan:
Kebijakan anti-korupsi akan efektif apabila di dalamnya terkandung
unsur-unsur yang terkait dengan persoalan korupsi.
2) Pembuat
kebijakan:
Kualitas isi kebijakan tergantung pada kualitas
dan integritas pembuatnya.
3) Pelaksana kebijakan:
Kebijakan yang telah dibuat dapat berfungsi apabila didukung oleh
aktor-aktor penegak kebijakan; yaitu kepolisian,
kejaksaan, pengadilan, pengacara, dan lembaga pemasyarakatan.
4) Kultur
kebijakan:
Eksistensi sebuah kebijakan terkait dengan nilai-nilai, pemahaman, sikap,
persepsi, dan kesadaran masyarakat terhadap hukum atau undang-undang anti
korupsi. Lebih jauh kultur kebijakan ini akan menentukan tingkat partisipasi
masyarakat dalam pemberantasan korupsi.
Jika cara-cara
pencegahan korupsi diatas belum ampuh untuk memberantas korupsi dibutuhkan
tindakan yang tegas agar menimbulkan efek jera bagi koruptor, seperti:
1. Membuat
Wisata Pulau Koruptor
Indonesia adalah salah satu negeri yang
tingkat korupsinya sangat tinggi. Sebab, banyak pejabat yang menyelewengkan
uang negara, baik untuk kepentingan pribadi maupun golongan. Sungguh sangat
memprihatinkan dan ironis, di antara sekian banyak dana asing yang masuk ke Indonesia
sekarang ini, seharusnya sebagian diinvestasikan untuk membangun penjara di
sebuah pulau untuk para koruptor, kemudian dimanfaatkan untuk tujuan wisata. Manfaatnya sangat banyak, selain
membuat jera para pelaku, itu akan mendatangkan devisa yang besar bagi Negara,
yang paling penting juga menjadi tempat yang baik bagi pelajar untuk berlibur
sekaligus menambah wawasan, bahwa “koruptor adalah musuh nomor satu bangsa Indonesia.
2. Mengadopsi Doktrin G 30 S PKI
Indonesia perlu membentuk Gerakan 30
September Pemberantasan Korupsi di Indonesia (G 30 S PKI). Tujuannya, menindak
tegas para jenderal ataupun pejabat pemerintah yang terlibat kasus korupsi. Hal
ini perlu dilaksanakan karena masih banyak pejabat yang terlibat kasus korupsi,
tapi tak tersentuh oleh hokum.
3. Mendirikan WikiLeaks Indonesia
Saat ini dunia tengah diguncang oleh
kebocoran kawat diplomatik beberapa negara. Yang paling sering dipublikasikan
adalah dokumen rahasia Amerika Serikat (AS) erhadap negara-negara lain.
Akibatnya, negara adidaya itu berang karena kebusukan diplomasinya
terbongkar.Pemerintah atau masyarakat di Indonesia
perlu mendirikan lembaga mirip WikiLeaks khusus Indonesia. Tugasnya, mengungkap
dan membeberkan dokumen
rahasia kawat diplomasi antar koruptor, pelanggaran HAM, dan jaringan terorisme
yang selama ini seolah tidak terselesaikan di negeri ini.
4. Memiskinkan Para Koruptor
Vonis tujuh tahun penjara yang
dijatuhkan kepada terdakwa kasus mafia pajak Gayus Tambunan dinilai beberapa
kalangan terlalu ringan dan telah merusak tatanan hukum Indonesia.
Muncul banyak komentar miring dari masyarakat tentang vonis itu, seperti dalam
diskusi beberapa mahasiswa di tempat biasa mereka berkumpul. Dalam diskusi
tersebut, ada yang berpendapat bahwa mereka rela dipenjara tujuh tahun asal
diberi uang Rp 28 miliar daripada berkuliah empat tahun tapi belum tentu segala
cita-cita tecapai. Memang pendapat seperti itu salah dan perlu diluruskan.
Tapi, itulah yang terjadi jika hukum tetap timpang dan tidak bisa menjerat para
pelaku korupsi dengan sanksi yang pantas. Yakni, semakin banyak koruptor baru.
Sebab, hukum yang semestinya memberikan efek jera bagi koruptor malah hanya
menjadi formalitas di suatu negara.
5. Menghapus Remisi Bagi
Koruptor
Sungguh enak
jadi koruptor di Indonesia.
Setiap peringatan hari kemerdekaan RI pasti mendapatkan remisi tahanan. Belum
lagi grasi dari presiden. Benar-benar dimanjakan oleh pemerintah.Sehingga
banyak kalangan yang merasa kecewa terhadap kejadian ini. Termasuk Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK), yang menyatakan bahwa remisi bagi narapidana kasus
korupsi akan mematahkan semangat KPK untuk memberantas tindak pidana korupsi di negeri ini.
Sangat disayangkan jika hal ini dibiarkan terjadi.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Korupsi
merupakan suatu tindak pidana yang tidak bermoral dan merugikan bangsa, korupsi
terjadi karena factor external yaitu gaji kecil, dll dan factor internal yaitu
moral si koruptor itu sendiri
2. Pihak yang
bertanggung jawab atas korupsi adalah Koruptor, KPK dan seluruh lapisan
masyarakat
3.
Pemberantasannya dapat dilakukan dengan penanaman nilai moral dan hukum yang
setimpal
5.2
Saran
Untuk dapat melalukan pemberantasan dan
pencegahan korupsi sebaiknya pemerintah lebih mensosialisasikan tentang korupsi
dan memberlakukan undang-undang hokum yang lebih berat bagi para koruptor agar
dapat menimbulkan efek jerah.
DAFTAR PUSTAKA
Albab Ulul. 2009. A to Z Korupsi: Menumbuhkembangkan
Spirit AntiKorupsi.Jakarta: Jaring Pena.
Suyitno. 2006. Korupsi, Hukum dan Moralitas Agama.
Palembang: Gama
Media.
Diana Ria
Winanti Napitupulu, 2010, KPK in action, Raih Asa Sukses : Jakarta