Minggu, 21 April 2013

Masih adakah Nasionalisme di Indonesia ?



Dalam peradaban manusia, tidak terlepas dari perbuatan yang menciptakan hukum dan peraturan. Perbuatan tersebut sangat berguna dalam peraturan dan tingkah laku manusia sehari-hari. Hal inilah yang membuat seorang manusia akan berarti dalam kehidupannya. Perbuatan yang menciptakan hukum ini, memerlukan sebuah lembaga atau tempat untuk menciptakan hal itu.
Tempat dan lembaga tersebut dalam kehidupan kemasyarakatan disebut daerah. Secara mendasar daerah inilah yang memerlukan akan hukum dan perbuatan hukum. Apabila kedua hal tersebut ada didalam daerah itu, maka daerah tersebut akan teratur dan tentram.
Lalu disisi lain suatu daerah memerlukan sebuah pengikat masyarakat dalam pemersatu satu kesatuan. Hal inilah yang membuat sebuah daerah yang mempunyai hukum yang jelas memerlukan sebuah alat pemersatu yang membuat bagi daerah tersebut agar tidak terjadi perpecahan.
Daerah yang memerlukan hal seperti itu adalah negara, sedangkan terhadap alat yang diperlukan untuk memersatukan bangsa serta keutuhan negara adalah nasionalisme.
Secara umum nasionalisme dapat diartikan sebagai suatu alat pemersatu yang membuat bangsa serta suatu negara lebih kuat serta solid dalam menghadapi tekanan serta penjajahan yang terjadi dan rongrongan untuk memecah belah negara tersebut. Selain itu juga ada yang mengartikan nasionalisme adalah satu paham yang menciptakan dan mempertahankankedaulatan sebuah negara (dalam bahasa Inggris "nation") dengan mewujudkan satu konsep identitas bersama untuk sekelompok manusia.
Selain itu juga nasionalisme dapat dikatakan sebagai sebuah institusi kejiwaan dimana kesetiaan seseorang secara total diabadikan langsung kepada negara bangsa atas nama sebuah bangsa. Munculnya nasionalisme ini terbukti sangat efektif sebagai alat perjuangan bersama merebut sebuah kemerdekaan dari tangan penjajah.


Nasionalisme adalah satu paham yang menciptakan dan mempertahankan kedaulatan sebuah negara (dalam bahasa Inggrisnation) dengan mewujudkan satu konsep identitas bersama untuk sekelompok manusia.
Para nasionalis menganggap negara adalah berdasarkan beberapa "kebenaran politik" (political legitimacy). Bersumber dari teori romantisme yaitu "identitas budaya", debat liberalisme yang menganggap kebenaran politik adalah bersumber dari kehendak rakyat, atau gabungan kedua teori itu.
Ikatan nasionalisme tumbuh di tengah masyarakat saat pola pikirnya mulai merosot. Ikatan ini terjadi saat manusia mulai hidup bersama dalam suatu wilayah tertentu dan tak beranjak dari situ. Saat itu, naluri mempertahankan diri sangat berperan dan mendorong mereka untuk mempertahankan negerinya, tempatnya hidup dan menggantungkan diri. Dari sinilah cikal bakal tubuhnya ikatan ini, yang notabene lemah dan bermutu rendah. Ikatan ini pun tampak pula dalam dunia hewan saat ada ancaman pihak asing yang hendak menyerang atau menaklukkan suatu negeri. Namun, bila suasananya aman dari serangan musuh dan musuh itu terusir dari negeri itu, sirnalah kekuatan ini.
Dalam zaman modern ini, nasionalisme merujuk kepada amalan politik dan ketentaraan yang berlandaskan nasionalisme secara etnik serta keagamaan, seperti yang dinyatakan di bawah. Parailmuwan politik biasanya menumpukan penyelidikan mereka kepada nasionalisme yang ekstrem seperti nasional sosialismepengasingan dan sebagainya.
Beberapa bentuk dari nasionalisme
Nasionalisme dapat menonjolkan dirinya sebagai sebagian paham negara atau gerakan (bukan negara) yang populer berdasarkan pendapat warganegara, etnis, budaya, keagamaan dan ideologi. Kategori tersebut lazimnya berkaitan dan kebanyakan teori nasionalisme mencampuradukkan sebagian atau semua elemen tersebut. Nasionalisme kewarganegaraan (atau nasionalisme sipil) adalah sejenis nasionalisme dimana negara memperoleh kebenaran politik dari penyertaan aktif rakyatnya, "kehendak rakyat"; "perwakilan politik". Teori ini mula-mula dibangun oleh Jean-Jacques Rousseau dan menjadi bahan-bahan tulisan. Antara tulisan yang terkenal adalah buku berjudul Du Contract Sociale (atau dalam Bahasa Indonesia "Mengenai Kontrak Sosial"). Nasionalisme etnis adalah sejenis nasionalisme di mana negara memperoleh kebenaran politik dari budaya asal atau etnis sebuah masyarakat. Dibangun oleh Johann Gottfried von Herder, yang memperkenalkan konsep Volk (bahasa Jerman untuk "rakyat"). Nasionalisme romantis (juga disebut nasionalisme organik, nasionalisme identitas) adalah lanjutan dari nasionalisme etnis dimana negara memperoleh kebenaran politik secara semulajadi ("organik") hasil dari bangsa atau ras; menurut semangat romantisme. Nasionalisme romantik adalah bergantung kepada perwujudan budaya etnis yang menepati idealisme romantik; kisah tradisi yang telah direka untuk konsep nasionalisme romantik. Misalnya "Grimm Bersaudara" yang dinukilkan oleh Herder merupakan koleksi kisah-kisah yang berkaitan dengan etnis Jerman. Nasionalisme Budaya adalah sejenis nasionalisme dimana negara memperoleh kebenaran politik dari budaya bersama dan bukannya "sifat keturunan" seperti warna kulit, ras dan sebagainya. Contoh yang terbaik ialah rakyat Tionghoa yang menganggap negara adalah berdasarkan kepada budaya. Unsur ras telah dibelakangkan di mana golongan Manchu serta ras-ras minoritas lain masih dianggap sebagai rakyat negara Tiongkok. Kesediaan dinasti Qing untuk menggunakan adat istiadat Tionghoa membuktikan keutuhan budaya Tionghoa. Malah banyak rakyat Taiwan menganggap diri mereka nasionalis Tiongkok sebab persamaan budaya mereka tetapi menolak RRC karena pemerintahan RRT berpaham komunisme. Nasionalisme kenegaraan ialah variasi nasionalisme kewarganegaraan, selalu digabungkan dengan nasionalisme etnis. Perasaan nasionalistik adalah kuat sehingga diberi lebih keutamaan mengatasi hak universal dan kebebasan. Kejayaan suatu negeri itu selalu kontras dan berkonflik dengan prinsip masyarakat demokrasi. Penyelenggaraan sebuah ' national state' adalah suatu argumen yang ulung, seolah-olah membentuk kerajaan yang lebih baik dengan tersendiri. Contoh biasa ialah Nazisme, serta nasionalisme Turki kontemporer, dan dalam bentuk yang lebih kecil, Franquisme sayap-kanan di Spanyol, serta sikap 'Jacobin' terhadap unitaris dan golongan pemusat negeri Perancis, seperti juga nasionalisme masyarakat Belgia, yang secara ganas menentang demi mewujudkan hak kesetaraan (equal rights) dan lebih otonomi untuk golongan Fleming, dan nasionalis Basque atau Korsika. Secara sistematis, bilamana nasionalisme kenegaraan itu kuat, akan wujud tarikan yang berkonflik kepada kesetiaan masyarakat, dan terhadap wilayah, seperti nasionalisme Turki dan penindasan kejamnya terhadap nasionalisme Kurdi, pembangkangan di antara pemerintahan pusat yang kuat di Spanyol dan Perancis dengan nasionalisme Basque, Catalan, dan Corsica. Nasionalisme agama ialah sejenis nasionalisme dimana negara memperoleh legitimasi politik dari persamaan agama. Walaupun begitu, lazimnya nasionalisme etnis adalah dicampuradukkan dengan nasionalisme keagamaan. Misalnya, di Irlandia semangat nasionalisme bersumber dari persamaan agama mereka yaitu Katolik; nasionalisme di India seperti yang diamalkan oleh pengikut partai BJP bersumber dari agama Hindu. Namun demikian, bagi kebanyakan kelompok nasionalis agama hanya merupakan simbol dan bukannya motivasi utama kelompok tersebut. Misalnya pada abad ke-18, nasionalisme Irlandia dipimpin oleh mereka yang menganut agama Protestan. Gerakan nasionalis di Irlandia bukannya berjuang untuk memartabatkan teologi semata-mata. Mereka berjuang untuk menegakkan paham yang bersangkut paut dengan Irlandia sebagai sebuah negara merdeka terutamanya budaya Irlandia. Justru itu, nasionalisme kerap dikaitkan dengan kebebasan.


Dari kajian diatas, maka timbullah sebuah pertanyaan tentang bagaimana eksistensi suatu negara tanpa adanya nasionalisme dalam negara tersebut. Banyak sekali teori yang mengatakan bahwa nasionalisme sangat dibutuhkan dalam suatu negara selain itu juga tanpa nasinalisme maka negara dan bangsa tersebut akan hancur serta akan mudah dijajah oleh negara asing. Maka hal serupa pernah terjadi dalam negara Indonesia ini. Yaitu saat Indonesia mulai memasuki satu era “transisi” kekuasaan. Yaitu pada saat tahun 1966 dan tahun 1998.
Lalu ada yang mengartikan nasionalisme dari dua sudut pandang, yaitu:
• Nasionalisme dalam arti sempit adalah suatu sikap yang meninggikan bangsanya sendiri, sekaligus tidak menghargai bangsa lain sebagaimana mestinya. Sikap seperti ini jelas mencerai-beraikan bangsa yang satu dengan bangsa yang lain. Keadaan seperti ini sering disebut chauvinisme.
• Sedang dalam arti luas, nasionalisme merupakan pandangan tentang rasa cinta yang wajar terhadap bangsa dan negara, dan sekaligus menghormati bangsa lain.
Apabila kita lihat maka ada hal yang bisa membuat suatu perpecahan dalam dan luar negeri yang diakibatkan oleh paham nasionalisme yang kurang tepat dalam pemahamannya.
Nasionalisme, Etnisitas, dan Agama di Indonesia : Tantangan Globalisasi
• Azyumardi Azra
• Deputi Sekretaris Wakil Presiden Bidang Kesejahteraan Rakyat
• Mengawali makalah ini sebuah pertanyaan yang sering diajukan orang patut kembali saya kemukakan di sini; benarkah ‘nasionalisme' sudah mati? Atau setidaknya, apakah betul ‘nasionalisme' tidak relevan lagi? Dan pertanyaan lebih lanjut; apakah hubungan antara nasionalisme dengan agama-dalam hal ini Islam-dan bahkan dengan etnisitas?
• Menjawab pertanyaan pertama, menurut saya "secara imperatif tidak". Orang yang menyatakan riwayat "nasionalisme"-yang dipahami sebagai suatu ideologi-telah tamat, sering mengutip karya klasik Daniel Bell, The End of Ideology (1960); atau lebih akhir lagi, karya Francis Fukuyama, The End of History and the Last Man (1992).
• Kesimpulan Bell yang secara implisit menyatakan bahwa nasionalisme, sebagai ideologi-telah berakhir adalah kekeliruan yang cukup fatal dan distortif. Pendapat Bell justru bertolak belakang. Ringkasnya, menurut Bell, ketika ideologi-ideologi intelektual lama abad ke-19-khususnya Marxisme-telah exhausted (kehabisan tenaga, lumpuh) dalam masyarakat Barat, terutama Eropa Barat dan Amerika, ideologi-ideologi "baru" semacam industrialisasi, modernisasi, Pan-Arabisme, warna kulit (etnisitas), dan nasionalisme justru menemukan momentumnya, khususnya di negara negara yang baru bangkit di Asia Afrika seusai Perang Dunia II.3
• Lebih jauh, dalam pandangan Bell, ideologi-ideologi lama sebagai sistem intelektual yang dapat mengklaim ‘kebenaran' atas pandangan dunia mereka, telah kehilangan raison d'etre-nya di tengah perubahan sosial masyarakat barat yang amat kompleks, khususnya menjelang dan terus berlanjut sampai usainya Perang Dunia II. Ideologi lama kehilangan tenaga karena lenyapnya semangat yang menyala-nyala(passion), sebagai akibat proses rasionalisasi dan antromorfisasi. Pendeknya, ideologi-ideologi lama yang dalam segi-segi tertentu bersifat universalistik, humanistik yang dikonseptualisasikan kaum intelektual, kehilangan "kebenaran" dan kekuatan untuk memikat banyak orang di barat.
• Pada pihak lain, ideologi-ideologi baru yang sedang bangkit itu bersifat parokial dan instrumental. Ia dirumuskan, dikonseptualisasikan dan dibentuk para politisi. Impulsi-impulsi yang melatarbelakangi pertumbuhannya terutama adalah pembangunan ekonomi dan kekuatan nasional. Hal ini melibatkan koersi atas seluruh penduduk dan berbarengan dengan muncul dan berkuasanya elit penguasa baru yang menggiring dan memaksa rakyat atas nama kepentingan nasional. Justifikasi pun diberikan; bahwa tanpa koersi dan ‘stabilitas nasional', kemajuan ekonomi tidak bisa dicapai. Tentu saja, di sini muncul persoalan klasik: Apakah negara-negara baru dapat tumbuh dengan mengembangkan institusi-institusi demokratis dan memberikan kesempatan kepada rakyat untuk membuat pilihan-pilihan sendiri atau apakah elit penguasa baru dengan kekuasaan yang mereka genggam sebaliknya menggunakan cara-cara otoriter memaksakan transformasi masyarakat mereka atas nama kepentingan nasional?
• Karya Bell, The End of Ideology, mungkin sudah terlalu klasik; lagi pula, ia tidak secara khusus membahas subyek nasionalisme. Namun jelas, ‘nasionalisme' tidak mati; walau pun ia memang kelihatan surut di negara-negara maju. Simaklah pendapat Hobsbawm, ahli nasionalisme Marxis, dalam bukunya Nations and Nationalism since 1780: Programme, Myth, Reality (1990). Menurutnya, nasionalisme kini memang tidak lagi menjadi kekuatan utama dalam perkembangan historis masyarakat dunia. Ia tidak lagi menjadi program politik global sebagaimana
• pernah terjadi pada abad XIX dan XX. Namun, ini tidak berarti bahwa nasionalisme tidak lagi mengemuka dalam politik dunia sekarang ini, atau sudah sangat berkurang dibandingkan masa sebelumnya. Nasionalisme dapat menjadi satu faktor yang rumit atau katalis bagi perkembangan lain.4
• Namun penting dicatat, pada saat Hobsbawm menulis karyanya tadi, Uni Soviet sedang ambruk; mendorong akselarasi gerakan-gerakan nasionalisme yang amat kuat di berbagai wilayahnya, atau bahkan di Eropa Timur secara keseluruhan. Pada saat yang sama, negara-negara di Timur Tengah juga mengalami gejolak nasionalisme yang lebih hebat dibandingkan masa-masa sebelumnya. Lagi-lagi, pada saat yang sama, jumlah negara-negara baru yang menjadi anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) terus bertambah sebagai akibat kristalisasi nasionalisme.
• Semua gejala ini menjelaskan bahwa nasionalisme sedang mengalami kebangkitan kembali, khususnya di kalangan masyarakat yang berada dalam transisi ke arah kebudayaan industrial. Ini juga merupakan argumen Fukuyama dalam karya terkenalnya, The End of History and The Last Man (1992). Dengan nada mirip Bell dan Hobsbawn, Fukuyama menilai, nasionalisme tidak lagi menjadi kekuatan signifikan dalam sejarah. Ia melihat semakin surutnya nasionalisme ‘lama' di negara-negara demokrasi paling liberal dan maju di Eropa. Kalau pun mereka masih berpegang pada ‘nasionalisme', itu lebih bersifat kultural ketimbang politik, dan karenanya lebih toleran.5
• Akan tetapi, Fukuyama juga berargumen, ‘nasionalisme baru' yang lebih politis kini juga sedang bangkit, khususnya di wilayah-wilayah yang baru mulai atau berada pada tingkat pembangunan sosial ekonomi yang relatif rendah. Nasionalisme baru ini cenderung primitif, yakni tidak toleran, chauvinistik, dan secara internal agresif. Ini mempunyai presedennya dalam sejarah. Sebagai contoh, Jerman dan Italia-dua negara paling akhir dalam proses industrialisasi dan bersatu secara politik di Eropa-merupakan tempat tumbuhnya nasionalisme radikal dalam bentuk gerakan fascist ultra-nasionalis. Nasionalisme baru itu juga tumbuh paling kuat di wilayah-wilayah Dunia Ketiga bekas koloni Eropa yang berada dalam tahap awal modernisasi dan industrialisasi. Tidak heran kalau nasionalisme terkuat dewasa ini juga dapat ditemukan di bekas wilayah Uni Soviet dan Eropa Timur, saat industrialisasi datang begitu terlambat, dan identitas-identitas nasional begitu lama terlindas.
• Kesimpulannya, nasionalisme tetap bergelora di banyak bagian Dunia Ketiga dan Eropa Timur. Bahkan, dalam segi-segi tertentu, dapat diprediksikan kekuatan gelombangnya hampir sama dengan kebangkitan nasionalisme pada abad ke-19 dan 20. Dan ia akan bertahan lebih lama dibandingkan pengalaman nasionalisme di Eropa Barat dan Amerika. Proses globalisasi yang berlangsung demikian cepat belakangan ini memang kelihatan cenderung melenyapkan batas-batas nasionalisme; namun, pada saat yang sama, ia juga mendorong peningkatan nasionalisme yang diekspresikan dalam berbagai cara dan medium.


Nasionalisme, Modernisme, dan Globalisasi
Bagaimana perkembangan nasionalisme kontemporer di Indonesia? Agak sulit memberikan peta yang pasti dan akurat. Harus diakui, terdapat semacam kelangkaan studi tentang nasionalisme di Indonesia dalam dasawarsa terakhir. Masih langkanya studi tentang subyek ini mengisyaratkan bahwa umumnya para ahli tentang Asia Tenggara agaknya menganggap nasionalisme bukan lagi isu penting bagi kawasan ini. Hal ini sekaligus mengindikasikan bahwa gejolak dan gemuruh nasionalisme yang begitu menyala-nyala sejak awal abad 20 sampai akhir dekade 1960-an, kini semakin menyurut di Asia Tenggara.
Memang, dalam beberapa dasawarsa terakhir, salah satu isu sentral di kawasan ini adalah modernisasi dan industrialisasi atau pembangunan, khususnya di Indonesia. Namun, sejauhmana dampak atau pengaruh modernisasi terhadap nasionalisme?
Modernisasi dan industrialisasi kelihatannya merupakan salah satu faktor penting yang bertanggung jawab bagi menyurutnya nasionalisme di Indonesia. Namun, bertolak belakang dengan argumen Fukuyama tadi, ideologi modernisasi dan developmentalism, secara de facto, menggantikan nasionalisme (politik) yang menjadi ideologi dominan di kawasan ini sebelum tahun 1970-an. Kebutuhan dan pertimbangan-pertimbangan pragmatis untuk mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi yang direncanakan seolah memaksa Indonesia dan banyak negara berkembang lainnya mengorbankan sentimen nasionalisme mereka vis-à-vis kekuatan-kekuatan dominan internasional. Dengan meminjam teori "ketergantungan" (dependency theory), kita melihat Indonesia dan banyak negara yang termasuk ke dalam Dunia Ketiga-atau lebih baik, negara-negara tengah berkembang (developing countries)-terseret ke dalam orbit kapitalisme internasional.
Gejala ini kian menguat dengan meningkatnya globalisasi sejak 1980-an. Bermula dengan globalisasi pasar dan ekonomi yang berintikan liberalisasi pasar dan ekonomi, globalisasi juga dengan segera mengimbas ke dalam bidang politik, sosial, budaya dan seterusnya. Dalam bidang politik, globalisasi berarti liberalisasi politik yang memunculkan gelombang-gelombang demokrasi, yang pada akhirnya membuat berakhirnya negara-negara dengan rejim-rejim otoriter. Dan Indonesia pun mengalami liberalisasi politik ini sejak 1998.
Pada saat yang sama, secara kontradiktif globalisasi yang mendorong terjadinya liberalisasi politik, juga memunculkan nasionalisme etnis (ethnic nationalism) dan bahkan tribalism yang bernyala-nyala, sebagaimana bisa dilihat pada kasus negara-negara bekas Uni Soviet, dan Yugoslavia sampai sekarang ini. Indonesia-dalam krisis ekonomi dan politik 1998 dan seterusnya-bahkan juga sempat dicemaskan banyak pengamat asing sebagai segera mengalami proses Balkanisasi, persisnya disintegrasi. Tetapi, prediksi itu tidak terbukti; dan, sebaliknya, negara-bangsa Indonesia tetap bertahan hingga kini.
Dengan bertahannya negara-bangsa Indonesia, nasionalisme juga jelas tidak sepenuhnya berakhir di Indonesia. Bahkan, dengan modernisasi dan developmentalism-seperti dikemukakan di atas-kita melihat terjadinya transisi atau pergeseran bentuk-bentuk nasionalisme. Nasionalisme politik-kecuali dalam bentuk kedaulatan dan keutuhan wilayah-memang terlihat semakin menyurut, apalagi dengan berakhirnya perang dingin. Dalam konteks itu, kita melihat lenyap atau semakin berkurangnya konflik-konflik yang berakar dari nasionalisme politik di Indonesia.
Sekali lagi, di tengah arus globalisasi, nasionalisme ekonomi dan kultural kelihatan menemukan momentum baru. Modernisasi dan industrialisasi yang berlangsung dalam ukuran relatif cepat dan berdampak luas mengakibatkan Indonesia dan negara-negara berkembang umumnya harus menemukan dan mempertahankan pasar untuk produk-produk industri ekonomi, khususnya di negara-negara maju. Di sini nasionalisme ekonomi Indonesia dan negara-negara berkembang harus berhadapan dengan proteksionisme negara-negara maju, khususnya Amerika Serikat dan Eropa Barat.
Runtuhnya Nasionalisme ?
Yang merupakan norma, sejarah adalah polietnisitas, bukan kesatuan nasional.
Konsekuensinya adalah kembalinya hirarki piietnik, agar bisa memenuhi kembali kebutuhan mendesak untuk mendapatkan pasokan tenaga kerja terampil.

Masyarakat Konsumen
Yang merupakan maksudnya adalah penggabungan sastra nasional tersebut, bukan pemudarannya sebagai sekedar barang antik pro-ilmiah. Artinya, kerangka teknologi informasi komputer dan realitas maya yang diciptakannya harus dibungkus dengan darah dan daging budaya-budaya yag selalu ada, atau dengan kata lain, dengan motif dan unsur yang dipilih (kepingan dan tambahan) darii budaya tersebut, digabungkan dalam suatu satir yang lucu dan sinis, dan makna – maknanya yang asli disesuaikan dengan massa kini yang sukar dipahami .

Internasionalisme Nasionalisme
Fakta bahwa versi budaya global yang ilmiah maupun ekiektik sama-sama tidak begitu mempunyai gaung dan daya tahan populer memperlihatkan bahwa kondisi yang diperlukan bagi terjadinya penggantian pasca-modern terhadap nasionalisme belum juga terwujudkan dan juga bahwa globalisasi tidak sedikitpun mengarah pada penggantian nasionalisme.

Dalam zaman pasca-modern, hasilnya adalah terbentuknya lapisan politik yang terdiri dari tiga tingkatan : tingkat etnik lokal, regional, jender atau ekologi ; tingkat negara nasional; dan akhirnya tingkat supranasional yang mencakup komunitas kontinenta ! (Sebagian menyebutnya komunitas Global) (Giddens 1991).
Sungguh paradoksikal bahwa sebenarnya efek proses globalisasi yang paling besar adalah pada negara nasional tingkatan menengah. Tetapi, sekali lagi, dua kekuatan besar globalisasi, yakni interdependensi ekonomi akibat dari operasi perusahaan- perusahaan transnasional dan komunikasi massa yang diakibatkan karena diperkenalkannya teknologi informasi dan digital, hanya akan mempercepat dan memperluas tren politik yang sudah ada.

Kita dapat menyebut tren ini sebagai internasionalisasi nasionalisme. Terdapat tiga bentuk. Pertama-tama nasionalisme dan doktrin penetuan diri nasional telah tertanam sebagai prinsip dasar dalam piagam persatuan Bangsa-Bangsa dan dalam berbagai konvensi serta kesepakatan , juga berulang kali disebut – disebut dalam segala macam perselisihan dan krisis. Dalam malisasi ’ bangsa-bangsa dan nasionalisme, baik sebagai ideologi aktor-aktor kolektif yang telah menjadi biasa dan sepadan (lihat Mayali 1990)
Kedua, gerakan nasionalis selalu melihat kepedahuluannya jauh atau dekat, untuk mendapatkan strategi taktik. Efek demonstrasi nasionalisme tentu saja sangat dibantu oleh komunikasi massa aliansi politik, interdependensi ekonomi Tetapi semua itu hanya membesarkan pesan nasionalis yang mendasar.

Dalam masyarakat nasionalisme juga berperan, tapai berperannya nasionalisme dalam masyarakat bukan sebagai satu paham yang harus mempertahankan kedaulatan sebuah negara dengan cara mewujudkan suatu konsep, melainkan terciptanya sifat-sifat dalam masyarakat tersebut sehingga terwujudnya suatu konsep dalam negara, yang pada akhirnya menajadi nasionalisme sifat- sifat yang tertanam pada masyarakat tersebut sebagai berikut :

Berbuat kebaikan
Kebajikan dapat diartikan kebaikan, sesuatu yang mendatangkan kebaikan keselamatan, keuntungan, dan kebahagiaan. Kebaikan adalah realisasi dari cita-cita atau apa yang dicita-citakan. Kebaikan bersumber pada unsur budaya – budaya, yaitu karsa.Berbuat baik berarti kebaikan berbuat buruk berarti kesengsaraan, tidak bahagia.
Kebaikan itu datang dari manusia itu sendiri ini memang benar karena manusia itu mahluk sosial yang mempunyai kebutuhan dan kebutuhan itu terpenuhi karena mereka hidup bermasyarakat. Kekuasan itu adalah kekuasan Tuhan.
Jadi kebajikan itu ada (Dua) sumbernya yaitu kebajikan manusia dan kebajikan Tuhan. Kebajikan manusia adalah kebajikan karena usaha atau perjuangan manusia, baik kebajikan Tuhan adalah karunia Tuhan. Manusia adalah sekedar lataran saja yang menentukan adalah Tuhan.

Bertanggung Jawab
Konsep tanggung jawab muncul berkenaan dengan pemenuhan kewajiban secara wajar atau seharusnya sesuai dengan norma kehidupan, ini disebut “tanggung jawab positif” yang bersifat ideal dan sempurna (ideal or complete responsibility). Ideal artinya menajadi idaman kehidupan manusia, sempurna artinya tidak ada cacat atau kekurangannya. Tanggung jawab positif lazim disebut “tanggung jawab”saja (responsbility). Memenuhi kewajiban sesuai dengan norma kehidupan sesuai kehidupan disebut tanggung jawab (responsbility), hal ini adalah wajar.

Pemenuhan kewajiban tidak wajar atau tidak sesuai dengan norma kehidupan, ini disebut “ tanggung jawab negatif” bersifat tidak sempurna (Incomplete responsbility). Tidak sempurna artinya ada kekurangannya, ada cacatnya, bahkan tidak ada pemenuhan sama sekali. Tanggung jawab negative lazim disebut “tidak bertanggung jawab” (Unresponsibility). Tidak sesuai dengan norma kehidupan artinya dipenuh, tetapi kurang; atau dipenuhi, tetapi keliru; atau dipenuhi tetapi cacat; atau tidak dipenuhi sama sekali, hal ini adalah tidak wajar

Memelihara keindahan dan estetika
Keindahan berasal dari kata dasar “indah”, yang dapat diartikan bagus, cantik, molek, elok, dan permai, yaitu sifat yang menyenangkan, mengembirakan, menarik perhatian, dan berupa benda, ciptaan, perbuatan, atau keadaan. Melalui pancaindera unsur rasa dalam diri manusia berkomunikasi itu merupakan penilaian atau penanggapan itu disebut nilai.
“Keindahan “ merupakan konsep abstrak yang tidak mempunyai arti apa-apa karena tidak dihubungkan dengan suatu bentuk.

Konsep Kasih Sayang
Kasih sayang merupakan konsep yang mengandung arti psikologis yang dalam. Mungkin baru dapat dipahami makna yang jelas apabila konsep tersebut sudah diwujudkan dalam bentuk sikap, tingkah laku, dan perbuatan manusia terhadap manusia yang lainnya, atau terhadap alam lingkungnya, atau terhadapTuhan.
Kasih sayang yang dilengkapi dengan tanggung jawab menciptakan keserasian, keseimbangan, dan kedamaian antara sesama manusia, antara manusia dan alam lingkungan, serta antara manusia dan Tuhan.
Kasih sayang merupakan kata mejemuk panduan dari (2) istilah ”kasih” dan ”sayang” yang satu sama lain ada kesamaan makna walaupun bentuk katanya berbeda. Apabila kedua istilah tersebut dipadu menjadi 1(satu) dalam bentuk majemuk maknanya menjadi lebih berbobot dan pas.

Konsep Keindahan dan Keadilan
Adil adalah sifat perbuatan manusia. Menurut arti katanya, ”Adil” artinya tidak sewenang-wenang kepada diri sendiri maupun kepada pihak lain itu meliputi anggota masyarkat, alam lingkungan, dan Tuhan Sang Pencipta. Jadi, konsep adil berlaku kepada diri sendiri sebagai induvidu, dan kepada pihak lain sebagai anggota masyarakat, alam lingkungan dan Tuhan Sang Pecipta.
Tidak sewenang-wenang dapat berupa keadaan yang :
a. Sama (seimbang), nilai bobot yang tidak berbeda
b. Tidak berat sebelah, perlakuan yang sama, tidak pilih kasih;
c. Wajar, seperti ada adanya, tidak menyimpang, tidak lebih dan tidak kurang
d. Patut /layak, dapat diterima karena sesuai, harmonis, dan Proporsional
e. Perlakuan kepada diri sendiri, sama seperti perlakuan kepada pihak lain dan
sebaliknya.
Dalam konsep adil berlaku tolak ukur yang sama kepada pihak berbuat dan kepada pihak lain terhadap mana perbuatan ini ditunjukan. Implikasi perlakuan kepada pihak lain. Bagaimana berbuat adil kepada pihak lain jika kepada diri sendiri saja sudah tidak adil. Konsep adil (tidak sewenang-wenang) baru jelas bentuknya apabila sudah diwujudkan dalam perbuatan nyata dan nilai yang dihasilkannya atau akibat yang ditimbulkannya. Situasinya dan kondisi nyata juga ikut menentukan perbuatan manusia.


Kesimpulan dan Saran


Berdasarkan semua tulisan diatas dapat saya simpulkan bahwa secara umum Nasionalisme bangsa Indonesia belum memudar, walaupun saat ini didera oleh pengaruh globalisasi dan liberalisasi serta proses demokratisasi. Tantangan baru ini harus dihadapi dengan serius dan optimisme, bilamana tidak di pupuk kembali dan tidak mendapat dorongan semangat baru oleh para pemimpin bangsa ini, maka tidak mustahil faham tentang kebangsaan ini akan tersapu oleh peradaban baru yang sangat bertentangan dengan nilai-nilai luhur sosio-kultural bangsa kita.

Hanya tekad dan semangat yang disertai usaha yang serius melalui wahana pendidikan akan dapat diharapkan mampu melestarikan semangat nasionalisme. Tidak salah kiranya bahwa perhatian para pemimpin, tokoh masyarakat, serta seluruh komponen kekuatan bangsa untuk bersama-sama membenahi sistem pendidikan nasional, agar mampu menghasilkan lulusan/hasil didik sebagai generasi penerus bangsa yang dapat membawa kemajuan dan kejayaan di era Indonesia baru.
Pada sisi lain sosialisasi nilai-nilai Intrinsik nasionalisme melalui berbagai lembaga dan masyarakat harus terus diupayakan. Karena generasi bangsa ini terus diperbarui oleh generasi baru yang menuntut pemahaman yang hakiki.

Contoh nasionalisme atau kecintaan terhadap bangsa didunia entairtaiment sebenarnya tidak hanya dilihat dari warna paspor seseorang atau bagaimana ia berperang membvela negaranya saja tapi dapat dilakukan berbagai macam cara seperti yang dilakukan oleh seorang Anggun Cipta Sasmi contohnya ia adalah seseorang yang lahir di Indonesia multitalenta dia sangat terkenal sampai kemancanegara meskipun kini ia berkewarganegaraan Prancis namun ia tetap mencintai budaya, adat istriadat negaranya ia dapat tetap mengharumkan nama Indonesia dan tidak sedikitpun melupakan tempat kelahirannya, sepertri saat dia menjadi bintang tamu di acara talkshow yang sangat besar di Amerika ia dengan bangga menyanyikan lagu Bubuy Bulan dan mengenakan kebaya, seskali Anggun juga tetapmengenakan dan memperkenalkan kebaya dan batik kepada bangsa luar. Ia bahkan tetap fasih berbahasa Indonesia bahkan Jawa walaupun ia telah berkewarganegaraan Perancis ia tidak pernah melupakan bangsanya.

Daftar Pustaka
http://id.wikipedia.org/wiki/Nasionalisme
http://www.tniad.mil.id/
http://www.setneg.go.id/

Rabu, 03 April 2013

Wawasan Nasional Indonesia, Latar belakang filosofis, implementasi wawasan nusantara dalam kehidupan nasional, Pengertian Wawasan Nusantara


Wawasan Nasional Indonesia
Wawasan nasional Indonesia merupakan wawasan yang dikembangkan berdasarkan teori wawasan nasioanal secara universal. Wawasan tersebut dibentuk dan dijiwai oleh paham kekuasaan bangsa Indonesia dan geopolitik Indonesia.
Latar belakang Filosofis
a.Falsafah pancasila
Nilai-nilai pancasila mendasari pengembangan wawasan nasional. Nilai-nilai tersebut adalah:
1.     Penerapan Hak Asasi Manusia (HAM), seperti memberi kesempatan menjalankan ibadah sesuai dengan agama masing- masing.
2.    Mengutamakan kepentingan masyarakat daripada individu dan golongan.
3.    Pengambilan keputusan berdasarkan musyawarah untuk mufakat.
b.Aspek kewilayahan nusantara
Pengaruh geografi merupakan suatu fenomena yang perlu diperhitungkan, karena Indonesia kaya akan aneka Sumber Daya Alam(SDA) dan suku bangsa.[2]
c.Aspek sosial budaya
Indonesia terdiri atas ratusan suku bangsa yang masing-masing memiliki adat istiadatbahasa, agama, dan kepercayaan yang berbeda - beda, sehingga tata kehidupan nasional yang berhubungan dengan interaksi antargolongan mengandung potensi konflik yang besar.mengenai berbagai macam ragam budaya [2]
d.Aspek sejarah
Indonesia diwarnai oleh pengalaman sejarah yang tidak menghendaki terulangnya perpecahan dalam lingkungan bangsa dan negara Indonesia.[2] Hal ini dikarenakan kemerdekaan yang telah diraih oleh bangsa Indonesia merupakan hasil dari semangat persatuan dan kesatuan yang sangat tinggi bangsa Indonesia sendiri.[2] Jadi, semangat ini harus tetap dipertahankan untuk persatuan bangsa dan menjaga wilayah kesatuan Indonesia.
Fungsi wawasan nusantara
Gambaran dari isi Deklarasi Djuanda.
1.     Wawasan nusantara sebagai konsepsi ketahanan nasional, yaitu wawasan nusantara dijadikan konsep dalam pembangunan nasional, pertahanan keamanan, dan kewilayahan.[3]
2.    Wawasan nusantara sebagai wawasan pembangunan mempunyai cakupan kesatuan politik, kesatuan ekonomi, kesatuan sosial dan ekonomi, kesatuan sosial dan politik, dan kesatuan pertahanan dan keamanan.
3.    Wawasan nusantara sebagai wawasan pertahanan dan keamanan negara merupakan pandangan geopolitik Indonesia dalam lingkup tanah air Indonesia sebagai satu kesatuan yang meliputi seluruh wilayah dan segenap kekuatan negara.[3]
4.    Wawasan nusantara sebagai wawasan kewilayahan, sehingga berfungsi dalam pembatasan negara, agar tidak terjadi sengketa dengan negara tetangga.[3] Batasan dan tantangan negara Republik Indonesia adalah:[3]
·         Risalah sidang BPUPKI tanggal 29 Mei-1 Juni 1945 tentang negara Republik Indonesia dari beberapa pendapat para pejuang nasional. Dr. Soepomo menyatakan Indonesia meliputi batas Hindia BelandaMuh. Yamin menyatakan Indonesia meliputiSumateraJawaSunda Kecil, BorneoSelebesMaluku-AmbonSemenanjung MelayuTimorPapuaIr. Soekarno menyatakan bahwa kepulauan Indonesia merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.
·         Ordonantie (UU Belanda) 1939, yaitu penentuan lebar laut sepanjang 3 mil laut dengan cara menarik garis pangkal berdasarkan garis air pasang surut atau countour pulau/darat. Ketentuan ini membuat Indonesia bukan sebagai negara kesatuan, karena pada setiap wilayah laut terdapat laut bebas yang berada di luar wilayah yurisdiksi nasional.
·         Deklarasi Juanda, 13 Desember 1957 merupakan pengumuman pemerintah RI tentang wilayah perairan negara RI, yang isinya:
1.     Cara penarikan batas laut wilayah tidak lagi berdasarkan garis pasang surut (low water line), tetapi pada sistem penarikan garis lurus (straight base line) yang diukur dari garis yang menghubungkan titik - titik ujung yang terluar dari pulau-pulau yang termasuk dalam wilayah RI.
2.    Penentuan wilayah lebar laut dari 3 mil laut menjadi 12 mil laut.
3.    Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) sebagai rezim Hukum Internasional, di mana batasan nusantara 200 mil yang diukur dari garis pangkal wilayah laut Indonesia. Dengan adanya Deklarasi Juanda, secara yuridis formal, Indonesia menjadi utuh dan tidak terpecah lagi.
Tujuan wawasan nusantara
1.     Tujuan nasional, dapat dilihat dalam Pembukaan UUD 1945, dijelaskan bahwa tujuan kemerdekaan Indonesia adalah "untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk mewujudkan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan perdamaian abadi dan keadilan sosial".
2.    Tujuan ke dalam adalah mewujudkan kesatuan segenap aspek kehidupan baik alamiah maupun sosial, maka dapat disimpulkan bahwa tujuan bangsa Indonesia adalah menjunjung tinggi kepentingan nasional, serta kepentingan kawasan untuk menyelenggarakan dan membina kesejahteraan, kedamaian dan budi luhur serta martabat manusia di seluruh dunia.
Implementasi wawasan nusantara
Kehidupan politik
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam mengimplementasikan wawasan nusantara, yaitu:
1.     Pelaksanaan kehidupan politik yang diatur dalam undang-undang, seperti UU Partai Politik, UU Pemilihan Umum, dan UU Pemilihan Presiden. Pelaksanaan undang-undang tersebut harus sesuai hukum dan mementingkan persatuan bangsa.Contohnya seperti dalam pemilihan presiden, anggota DPR, dan kepala daerah harus menjalankan prinsip demokratis dan keadilan, sehingga tidak menghancurkan persatuan dan kesatuan bangsa.
2.    Pelaksanaan kehidupan bermasyarakat dan bernegara di Indonesia harus sesuai denga hukum yang berlaku. Seluruh bangsa Indonesia harus mempunyai dasar hukum yang sama bagi setiap warga negara, tanpa pengecualian. Di Indonesia terdapat banyak produk hukum yang dapat diterbitkan oleh provinsi dan kabupaten dalam bentuk peraturan daerah (perda) yang tidak bertentangan dengan hukum yang berlaku secara nasional.
3.    Mengembagkan sikap hak asasi manusia dan sikap pluralisme untuk mempersatukan berbagai suku, agama, dan bahasa yamg berbeda, sehingga menumbuhkan sikap toleransi.
4.    Memperkuat komitmen politik terhadap partai politik dan lembaga pemerintahan untuk menigkatkan semangat kebangsaan dan kesatuan.
5.    Meningkatkan peran Indonesia dalam kancah internasional dan memperkuat korps diplomatik sebagai upaya penjagaan wilayah Indonesia terutama pulau-pulau terluar dan pulau kosong.
Kehidupan ekonomi
1.     Wilayah nusantara mempunyai potensi ekonomi yang tinggi, seperti posisi khatulistiwa, wilayah laut yang luas, hutan tropisyang besar, hasil tambang dan minyak yang besar, serta memeliki penduduk dalam jumlah cukup besar. Oleh karena itu, implementasi dalam kehidupan ekonomi harus berorientasi pada sektor pemerintahan, pertanian, dan perindustrian.
2.    Pembangunan ekonomi harus memperhatikan keadilan dan keseimbangan antardaerah. Oleh sebab itu, dengan adanyaotonomi daerah dapat menciptakan upaya dalam keadilan ekonomi.
3.    Pembangunan ekonomi harus melibatkan partisipasi rakyat, seperti dengan memberikan fasilitas kredit mikro dalam pengembangan usaha kecil.
Kehidupan sosial
Tari pendet dari Bali merupakan budaya Indonesia yang harus dilestarikan sebagai implementasi dalam kehidupan sosial.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam kehidupan sosial, yaitu :[5]
1.     Mengembangkan kehidupan bangsa yang serasi antara masyarakat yang berbeda, dari segi budayastatus sosial, maupun daerah. Contohnya dengan pemerataan pendidikan di semua daerah dan program wajib belajar harus diprioritaskan bagi daerah tertinggal.
2.    Pengembangan budaya Indonesia, untuk melestarikan kekayaan Indonesia, serta dapat dijadikan kegiatan pariwisata yang memberikan sumberpendapatan nasional maupun daerah. Contohnya dengan pelestarian budaya, pengembangan museum, dan cagar budaya.
Kehidupan pertahanan dan keamanan
Membagun TNI Profesional merupakan implementasi dalam kehidupan pertahanan keamanan.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam kehidupan pertahanan dan keamanan, yaitu :
1.     Kegiatan pembangunan pertahanan dan keamanan harus memberikan kesempatan kepada setiap warga negara untuk berperan aktif, karena kegiatan tersebut merupakan kewajiban setiap warga negara, seperti memelihara lingkungan tempat tinggal, meningkatkan kemampuan disiplin, melaporkan hal-hal yang mengganggu keamanan kepada aparat dan belajarkemiliteran.
2.    Membangun rasa persatuan, sehingga ancaman suatu daerah atau pulau juga menjadi ancaman bagi daerah lain. Rasa persatuan ini dapat diciptakan dengan membangun solidaritas dan hubungan erat antara warga negara yang berbeda daerah dengan kekuatan keamanan.
3.    Membangun TNI yang profesional serta menyediakan sarana dan prasarana yang memadai bagi kegiatan pengamanan wilayah Indonesia, terutama pulau dan wilayah terluar Indonesia.
Dengan demikian yang dimaksud dengan Wawasan nusantara  adalah cara pandang dan sikap bangsa Indonesiamengenai diri dan bentuk geografinya berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.[1] Dalam pelaksanannya, wawasan nusantara mengutamakan kesatuan wilayah dan menghargai kebhinekaan untuk mencapai tujuan nasional.

Wawasan Nasional Suatu Bangsa, Teori Kekuasaan dan Teori Geopolitik


    Wawasan Nasional Suatu Bangsa
Pengertian wawasan secara harfiah atau bahasa Kata wawasan berasal dari bahasa Jawa yaitu wawas (mawas) yang artinya melihat atau memandang, jadi kata wawasan dapat diartikan cara pandang atau cara melihat. Kehidupan negara senantiasa dipengaruhi perkembangan lingkungan strategik sehinga wawasan harus mampu memberi inspirasi pada suatu bangsa dalam menghadapi berbagai hambatan dan tantangan yang ditimbulkan dalam mengejar kejayaanya. Dalam mewujudkan aspirasi dan perjuangan ada tiga faktor penentu utama yang harus diperhatikan oleh suatu bangsa :
 1.  Bumi/ruang dimana bangsa itu hidup
 2. Jiwa, tekad dan semangat manusia / rakyat
 3. Lingkungan
Dengan demikian, wawasan nasional suatu bangsa adalah cara pandang suatu bangsa yang telah menegara tentang diri dan lingkungannya dalam eksistensinya yang serba terhubung (interaksi & interelasi) serta pembangunannya di dalam bernegara di tengah-tengah lingkungannya baik nasional, regional, maupun global.
 Suatu negara dan bangsa akan terikat erat apabila ada pemahaman yang mendalam tentang perbedaan dalam negara atau bangsa itu sebagai anugrah, yang pada akhirnya akan memperkaya khasana budaya negara atau bangsa tersebut. Disamping itu, perbedaan ini merupakan satu titik yang sangat rentan terhadap perpecahan jika tidak diberikan pemahaman wawasan nasional dan wawasan nusantara yang tepat bagi bangsa dan negara. Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara keanekaragaman (pendapat, kepercayaan, hubungan, dsb) memerlukan suatu perekat agar bangsa yang bersangkutan dapat bersatu guna memelihara keutuhan negaranya.
Suatu bangsa dalam menyelengarakan kehidupannya tidak terlepas dari pengaruh lingkungannya, yang didasarkan atas hubungan timbal balik atau kait-mengait antara filosofi bangsa, idiologi, aspirasi, dan cita-cita yang dihadapkan pada kondisi sosial masyarakat, budaya dan tradisi, keadaan alam dan wilayah serta pengalaman sejarah. Upaya pemerintah dan rakyat menyelengarakan kehidupannya, memerlukan suatu konsepsi yang berupa Wawasan Nasional yang dimaksudkan untuk menjamin kelangsungan hidup, keutuhan wilayah serta jati diri.

 Paham – paham Kekuasaan
A. Paham Machiavelli
Dalam bukunya tentang politik dengan judul : The Prince Machiavelli memberikan pesan tentang cara membentuk kekuatan politik yang besar agar sebuah negara dapat berdiri kokoh, di dalam terkandung beberapa kostulat dan cara pandang bagaimana memelihara kekuasaan politik menurut Machiavelli , sebuah negara akan bertahan bila
Menerapkan dalil-dalil :
• Pertama : dalam merebut dan mempertahankan kekuasaan segala cara di halalkan
• Kedua : untuk menjaga kekuasaan rezim , politik adu domba adalah sah.
• Ketiga : dalam dunia politik ,yang kuat pasti dapat bertahan dan menang.
B.  Paham Kaisar Napoleon Bonaparte ( abad XVIII )
Merupakan revilusioner dibidang cara pandang dan pengikut teori Machiavelli . Napoleon berpendapat bahwa :
• Perang di masa depan akan merupakan perang total  yang mengerahkan segala
daya upaya dan kekuatan nasional
• Kekutan politik harus di dampingi kekutan logistik dan ekonomi nasional yang di
dukung sosbud berupa IPTEK sautu bangsa demi untuk membentuk kekutan
hamkam dalam mendukung dan menjajah negara negara Perancis .
O.K.I terjadi invasi militer besar-besaran oleh napoleon ke negara tetangga dan
akhirnya di rusia ( tetapi menjadi bumerang sehingga Napoleon dibuang di pulau
Elba )
C.   Paham Jenderal Clausewitz.
Bersama dengan era napoleon di rusia hidup jenderal Clausewitz ( diusir napoleon dari negaranya hingga ke rusia ) .
Clau sewitz kahirnya bergabung dan menjadi  penasehat militer staf umum tentara
kekaisaran rusia . Jenderal Clausewit menulis sebuah buku tentang perang yang Vom Kriege. Menurut Clausewit, perang adalah :
·        Kelanjutan politik dengan cara lain .
·        Peperangan adalah sah –sah saja dalam memcapai tujuan nasional suatu bangsa
Pemikiran tersebut inilah yang membenarkan / menghalalkan Prusia ber ekspansi sehingga  menimbulkan  Perang Dunia I dengan kekalahan dipihak Prusia Kekaisaran Jerman).
D. Paham Fuerback dan Hegel .
Pada abad XV11 maraknya paham Perdagangan Bebas ( Merchantilism ) merupakan nenek moyang Liberalisme .
• Ukuran keberhasilan ekonomi suatu negara adalah seberapa besar surplus
ekonominya terutama terukur dari emas, Sehingga memicu nafsu konolialisme negara barat dalam memcari emas ke tempat lain. Inilah yang memotivasi columbus memcari daerah baru yaitu Amerika yang di ikuti Magelhen berkeliling dunia.
E.  Paham Lenin ( Abad XIX )
Lenin telah memodifikasi ajaran Clausewitz, menurut Lenin, perang ialah : Kelanjutan politik secara kekerasan .
Bahkan rekan Lenin yaitu ; Mao zhe dong lebih ekstrim lagi ,yaitu perang ialah ;
Kelanjutan politik dengan pertumpahan darah .
Sehingga bagi komunis / Leninisme
• Perang  bahkan pertumpahan darah atau revolusi di negara lain diseluruh dunia
adalah sah-sah saja ,yaitu dalam kerangka mengkonomiskan seluruh bangsa di
dunia.
F.   Paham kekuasaan Indonesia
Bangsa Indonesia yang berfalsafah dan berideologi Pancasila menganut paham tentang perang dan damai berdasarkan : “Bangsa Indonesia cinta damai, akan tetapi lebih cinta kemerdekaan”. Dengan demikian wawasan nasional bangsa Indonesia tidak mengembangkan ajaran kekuasaan dan adu kekuatan karena hal tersebut mengandung persengketaan dan ekspansionisme.

 Teori  – Teori geopolitik
Geopolitik berasal dari kata ‘geo’ atau ‘bumi’, sedangkan ”politik’ berarti  kekuatan yang berdasarkan pada pertimbangan “dasar dalam menentukan alternatif kebijaksanaan dasar nasional untuk mewujudkan tujuan nasional.
A.  Pandangan ajaran Frederich Ratzel
Pada abad ke 19, untuk pertama kalinya Frederich Ratzel merumuskan tentang ilmu bumi politik sebagai hasil  penelitian secara ilmiah dan universal (tidak khusus suatu negara).
Pokok – pokok ajaran Frederich Ratzel adalah :
• Dalam hal tertentu pertumbuhan negara dapat dianalogikan dengan pertumbuhan
organisme yang memerlukan ruang lingkup melalui proses :
• Lahir – Tumbuh – Berkembang – survive of life, menyusut dan mati.
• Negara identik dengan suatu ruang yang ditempati oleh kelompok politik dalam arti kekuatan, makin luas potensi ruang tersebut, makin memungkinkan kelompok
politik itu tumbuh.
• Suatu bangsa dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya tidak terlepas dari
hukum alam, hanya yang unggul yang dapat bertahan terus.
• Semakin tinggi budaya suatu bangsa, semakin besar ketumbuhan dukungan akan
sumber daya alam yang diperlukan.
Dengan meletakan dasar : supra struktur Geopolitik
Yang meliputi : kekuatan total atau menyeluruhsuatu bangsa harus mampu newadahi
pertumbuhannya dihadapkan pada situasi dan kondisi lingkungan geografisnya.
Pemikiran Ratzel menyatakan, bahwa ada keterkaitan antara struktur politik (kekuatan politik)  dengan geografi disatu pihak, dengan tuntutan perkembangan atau pertumbuhan negara yang dianalogikan dengan organisme (kehidupan biologis) di satu pihak.
B.  Pandangan ajaran Rudolf Kjellen.
            Kjellen melanjutkan ajaran Ratzel (Teori Organisme), jika Ratzel negara “dianalogikan” sebagai organisme maka Kjellen menyatakan negara adalah suatu organisme yang dianggap sebagai “Prinsip dasar”
Pokok – pokok ajaran Rudolf Kjellen adalah :
• Negara sebagai satuan biologis, suatu organisme hidup yang juga mempunyai
intelektual.
• Tujuan negara dicapai  dengan ruangan yang luas untuk pengembangan secara
bebas kemampuan rakyatnya.
• Negara merupakan sistem politik atau pemerintahan yang meliputi bidang :
• Geopolitik, ekonomi politik, demo politik, sospol dan kratopol. (pol.pem)
• Negara tidak harus bergantung dengan sumber  pembekalan dari luar tapi harus
mampu berswasembada dan memanfaatkan kemajuan kebudayaan dan teknologi
untuk meningkatkan kekuatan nasionalnya.
- Kedalam, mencapai persatuan dan kesatuan yang harmonis
-  Keluar, memperoleh batas – batas negara yang lebih baik
C.   Pandangan ajaran karl.haushofer.
Pandangan ini berkembang di jerman,kekuasan Adolf Hitler (nasisme)Jepang ,kekuasaan Hako Ichu (militerisme dan fasisme])
Pokok-pokok ajaran Haushofer (menganut ajaran Kjellen) adalah:
• Kekuasaan Imperium Daratan yang kompak akan dapat mengejar
Kekuasaan Imperium Maritim untuk menguasai pengawasan di laut
• Beberapa negara besar di dunia akan timbul dan akan menguasai:
Eropa,Afrika dan Asia Barat (Jerman dan Itali) serta Jepang di Asia Timur Raya.
• Geopolitik ialah doktrin negara yang menitik beratkan pada soal-soal strategi
perbatasan ,ruang,ruang hidu bangsa dan tekanan-tekanan kekuasaan dan sosial
yang rasial mengharuskan pembagian baru dari kekayaan alam di dunia .
(Geopolitik adalah landasan dari tindakan politik dalam perjuangan kelangsungan
hidup untuk memdapatkan ruang hidupnya).
D.  Pandangan Ajaran Sir Halford Mackinder.
            Ahli Geopolitik ini menganut konsep kekuatan ,yaitu: kekuatan di Darat (wawasan benua) ,ajarannya adalah:
• Barang siapa dapat menguasai daerah jantung yaitu:  Eurasia (Eropa dan Asia)
akan dapat menguasai pulau dunia yaitu Eropa,Asia,dan Afrika, barang siapa dapat
menguasai pulau di dunia akhirnya dapat mengusai dunia
E.  Pandangan Ajaran Sir Wartel Raleigh dan Alfred Thyer Mahan .
        Kedua ahli ini mempunyai gagasan tentang kekuatan di lautan [wawasan Bahari]
• Barang siapa yang mengusai lautan  akan mengusai perdangan Mengusai
perdagangan berarti mengusai  kekayaan dunia ,sehingga akhirnya menguasai dunia
Keempat ahli mempunyai gagasan tentang kekuatan di udara (wawasan dirgantara)
• Kekuatan udara mempunyai daya tangkis terhadap ancaman yang dapat di
andalkan dan melumpuhkan kekuatan lawan dengan penghancuran di kandang
lawan itu sendiri agar tidak mampu bergerak menyerang.
G. Pandangan ajaran Nicholas J. Spykman
 Ajarannya menghasilkan Teori  Daerah Batas (Rimland) yaitu Wawasan Kombinasi,
menggabungkan kekuatan Darat, Laut & Udara, sesuai dengan keperluan & kondisi
suatu negara.
Ajaran Wawasan Nasional Indonesia
 Ajaran Wawasan Nasional Indonesia Wawasan Nasional Indonesia dibentuik & dijiwai oleh paham kekuasaan bangsa Indonesia & Geopolitik bangsa Indonesia.
1.  Paham Kekuasaan Bangsa Indonesia Bangsa Indonesia yang berfalsafah & berideologi Pancasila menganut paham : tentang perang dan damai berupa,  Bangsa Indonesia  cinta damai, akan tetapi lebih cinta kemerdekaan. Dengan demikian Wawasan Nasional bangsa Indonesia : ™ Tidak mengembangkan ajaran tentang kekuatan & adu kekuatan, (karena mengandung benih persengketaan & ekspansionisme), tetapi menyatakan bahwa Idiologi digunakan sebagai landasan idiil dalam menentukan politik nasional yang dihadapkan pada kondisi & konstelasi geografis Indonesia dengan segala aspeknya, agar bangsa Indonesia dapat menjamin kepentingan bangsa & negara,ditengah – tengah perkembangan dunia. 
2.  Paham Geopolitik Bangsa Indonesia Pemahaman tentang negara atau state, Indonesia menganut paham Negara Kepulauan yaitu paham yang dikembangkan dari Archipelego Concept (Asas Archipelego) yang memang berbeda dengan pemahaman Archipelego di negara-negara Barat pada umumnya. Perbedaan yang esensial dari pemahaman ini adalah :  Menurut Paham Barat peranana laut  sebagai pemisah pulau, sedang PahamIndonesia menyatakan laut  sebagai penghubung  sehingga wilayah negara sebagai satu kesatuan yang utuh sebagai Satu Tanah Air dan disebut Negara Kepulauan.

Geopolitik Bangsa Indonesia didasarkan atas nilai KeTuhanan dan kemanusiaan yang luhur sesuai pembukaan UUD 1945,yang intinya:
·         Bangsa Indonesia cinta damai tapi lebih cinta kemerdekaan
·         Bangsa Indonesia menolak segala bentuk penjajahan dan menolak ekspansionalisme
Dalam menjalin hubungan internasional Bangsa Indonesia berpijak pada paham kebangsaan (nasionalisme) yang membentuk suatu wawasan kebangsaan dengan menolah chauvinisme. Bangsa Indonesia terbuka dalam menjalin hubungan kerjasama antar bangsa yang saling menolong dan saling menguntungkan.
Paham Geopolitik Bangsa Indonesia
     Geopolitik : Persatuan dan kesatuan : Bhineka Tunggal Ika
 Bangsa Indonesia cinta damai akan tetapi lebih cinta kepada kemerdekaan dan kedaulatan nusantara
 Paham Indonesia tentang negara kepulauan ( berbeda dengan paham archipelago barat : laut sebagai pemisah pulau ) laut sebagai penghubung pulau, wilayah negara : satu kesatuan utuh tanah air

                Pendidikan kewarganegaraan, Gramedia Pustaka, 2008