A. PENGERTIAN
Laporan adalah suatu penyajian fakta berupa tanggung jawab mengenai adanya keadaan atau kegiatan . fakta yang disajikan berupa informasi yang dibutuhkan atau berdasarkan keadaan yang bersifat objektif yang dialami oleh pelapor.
B. Jenis-jenis Laporan
Laporan adalah suatu penyajian fakta berupa tanggung jawab mengenai adanya keadaan atau kegiatan . fakta yang disajikan berupa informasi yang dibutuhkan atau berdasarkan keadaan yang bersifat objektif yang dialami oleh pelapor.
B. Jenis-jenis Laporan
Laporan dibagi menjadi :
1. Laporan ilmiah (formal) : Laporan ilmiah ialah karya tulis ilmiah yang dibuat oleh seseorang atau sekelompok orang yang berhubungan secara struktural atau kedinasan setelah melaksanakan tugas yang diberikan. Laporan ilmiah dibuat sebagai bukti pertanggungjawaban bawahan/petugas atau tim/panitia kepada atasannya atas pelaksanaan tugas yang diberikan. Laporan ilmiah harus memuat data yang tepat dan benar serta objektif dan sistematis sehingga dapat dijadikan ukuran untuk membuat pertimbangan dan keputusan.
1. Laporan ilmiah (formal) : Laporan ilmiah ialah karya tulis ilmiah yang dibuat oleh seseorang atau sekelompok orang yang berhubungan secara struktural atau kedinasan setelah melaksanakan tugas yang diberikan. Laporan ilmiah dibuat sebagai bukti pertanggungjawaban bawahan/petugas atau tim/panitia kepada atasannya atas pelaksanaan tugas yang diberikan. Laporan ilmiah harus memuat data yang tepat dan benar serta objektif dan sistematis sehingga dapat dijadikan ukuran untuk membuat pertimbangan dan keputusan.
2. Laporan semi ilmiah (semi formal) : Laporan Semi Ilmiah
adalah sebuah penulisan yang menyajikan fakta dan fiksi dalam satu tulisan
dan penulisannyapun tidak semiformal tetapi tidak sepenuhnya mengikuti metode
ilmiah yang sintesis-analitis karena sering di masukkan karangan non-ilmiah.
Maksud dari karangan non-ilmiah tersebut ialah karena jenis Semi Ilmiah memang
masih banyak digunakan misal dalam komik, anekdot, dongeng, hikayat, novel,
roman dan cerpen. Karakteristiknya berada diantara ilmiah.
C. CIRI-CIRI LAPORAN
ILMIAH
Berikut adalah ciri-ciri laporan ilmiah menurut Mukayat
Brotowidjojo :
1. Pembacanya seorang atau sekumpulan orang tertentu
2. Bentuk laporan yang disajikan atas permintaan atau perintah
3. Laporan bersifat sangat objektif
4. Bahasa dan nadanya formal
5. Judul, subjudul, dan sub-sub judul disusun dan diatur
dengan perencanaan yang
mantik
D. Jenis-jenis
Laporan Ilmiah
jenis Laporan Ilmiah yaitu sebagai berikut :
1. Laporan Lengkap (Monograf)
Menjelaskan
proses penelitian secara menyeluruh.
Teknik
penyajian sesuai dengan aturan (kesepakatan) golongan profesi dalam bidang ilmu
yang bersangkutan.
Menjelaskan
hal-hal yang sebenarnya yang terjadi pada setiap tingkat analisis.
Menjelaskan
(juga) kegagalan yang dialami,di samping keberhasilan yang dicapai.
Organisasi
laporan harus disusun secara sistamatis (misalnya :judul bab,subbab dan
seterusnya,haruslah padat dan jelas).
2.Artikel Ilmiah
Artikel
ilmiah biasanya merupakan perasan dari laporan lengkap.
Isi
artikel ilmiah harus difokuskan kepada masalah penelitian tunggal yang
obyektif.
Artikel
ilmiah merupakan pemantapan informasi tentang materi-materi yang terdapat dalam
laporan lengkap.
3.Laporan Ringkas
Laporan ringkas adalah penulisan kembali isi laporan atau
artikel dalam bentuk yang lebih mudah dimengerti dengan bahasa yang tidak
terlalu teknis (untuk konsumsi masyarakat umum).
D. Fungsi
Laporan Ilmiah
Secara ringkas, laporan memiliki fungsi informasi, pengawasan,
pengambilan keputusan, dan pertanggung jawaban.
E. SISTEMATIKA LAPORAN
ILMIAH
Bagian awal, terdiri atas :
Halaman judul: judul, maksud, tujuan penulisan, identitas
penulis, instansi asal, kota penyusunan, dan tahun
Halaman pengesahan (jika perlu)
Halaman motto/semboyan (jika perlu)
Halaman persembahan (jika perlu)
Prakata;
Daftar isi;
Daftar tabel (jika ada)
Daftar grafik (jika ada)
Daftar gambar (jika ada)
Abstak : uraian singkat tentang isi laporan
Bagian Isi, terdiri atas:
Bab I Pendahuluan berisi tentang: Latar belakang, Identitas
masalah, Pembatasan masalah, Rumusan masalah, Tujuan dan manfaat
Bab II : Kajian Pustaka
Bab III : Metode
Bab IV : Pembahasan
Bab V : Penutup
Bagian Akhir, terdiri atas
Daftar Pustaka
Daftar Lampiran
Indeks : Daftar istilah
Contoh Laporan Semi Ilmiah
Daftar Isi
Halaman Judul...........................................................................
i
Kata Pengantar..........................................................................ii
Daftar Isi...............................................................................iii
Bab I Pendahuluan.......................................................................1
A.
Tujuan Penulisan Makalah............................................................1
B.
Alasan Pemilihan Judul...............................................................1
C.
Metode Pengumpulan
Data...........................................................1
Bab II Pembahasan Banjir
Kanan Timur...............................................2
A.
Sejarah
Banjir Kanal Timur.........................................................2
B.
Kritik
terhadap BKT.................................................................3
C.
Proyek
BKT dikebut..................................................................8
Bab III Pembahasan Eksternalitas...................................................13
A. Eksternalitas.............................................
..........................13
B. Eksternalitas Positive dari
BKT....................................................14
Bab III Penutup........................................................................15
A.Kesimpulan............................................................................15
B.Saran.................................................................................15
Daftar Pustaka.........................................................................16
Eksternalitas dari Banjir Kanal Timur
Manajemen
Sumber Daya Alam
Nama : Selvi
Yuliani
Kelas : 2EA17
NPM : 16211662
|
|
Kata
Pengantar
Puji syukur ke khadirat Tuhan Yang Maha
Esa kaerana atas berkat rahmat dan hidayah-Nya lah penulis dapat menyelesaikan
makalah ini, adapun makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas dari mata kuliah
manajemen sumber daya alam. Dalam makalah ini penulis mengambil judul
“Eksternalitas dari Proyek Banjir Kanal Timur”, adapun makalah ini disusun
berdasarkan pengamatan dan observasi penulis.
Penulis menyadari bahwa makalah ini
masih banyak kekurangan dan belum se3mpurna olegh karena itu penulis
mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar penulis apat menulis dengan
lebih baik lagi.
Akhir kata penulis ucapkan terima kasih
atas semua dukungan, bimbingan dan motivasi sehingga pembuatan makalah ini
dapat terselesaikan, Penulis juga perharap agar makalah ini dapat berguna bagi
pembaca.
Bekasi,
3 Mei 2014
Penulis
Bab
I
Pendahuluan
Banjir,
masalah banjir sangat familiar dikota Jakarta bahkan sudah terjadi semenjak
zaman kolonial Belanda saat Jakarta masih bernama Batavia seakan menjadi budaya
bagi warga ibu kota Indonesia ini. Sehingga pemerintah pusat dan PemProv DKI
jakarta melakukan berbagai macam cara untuk mengatasinya salah satunya dengan
membangun Banjar Kanal Timur dan Barat, Banjir kanal adalah saluran air yang didesain agar
air, dalam hal ini dari Sungai Ciliwung, tidak melewati tengah kota, tetapi
pingggiran kota. Dalam hal ini saya akan membahas lebih dalam mengenai Banir
Kanal Timur, karena Banjir Kanal Barat belum bisa terealisasikan seperti halnya
Banjir Kanal Timur.
A. Tujuan Penulisan Makalah
1. Sebagai
tugas dari mata kuliah dari manajemen sumber daya alam
2. Sebagai
bahan untuk melihat langsung eksternalitas secara nyata yang terjadi
dimasyarakat terutama di kawasan banjir kanal timur
B. Alasan Pemilihan Judul
Adapun
alasan penulis memilih jdulu EKSTERNALITAS DARI BANJIR KANAL TIMUR adalah
karena penulis tertarik untuk mempelajari dan mengamati proyek bajir kanal
timur, serta karena banjir kanal timur sangat akrab dielinga masyarakat dan
menarik untuk dibahas.
C. Metode Pengumpulan Data
1. Metode
Observasi
Metode pengumpulan data yang penulis
lakukan melalui pengamatan secara langsung
2. Metode
Pustaka
Metode pengumpulan data yang penulis
lakukan melalui internet.
Bab
II
Banjir
Kanal Timur
A.
Sejarah Banjir Kanal Timur
Gagasan pembangunan Banjir Kanal Timur (BKT) merupakan wujud
nyata dari gagasan besar pembangunan Banjir Kanal Jakarta yang digagas oleh
Prof H van Breen dari Burgelijke Openbare Werken atau disingkat BOW, cikal
bakal Departemen PU, yang dirilis tahun 1920. Banjir Kanal Jakarta merupakan
kanal yang dibuat agar aliran Sungai Ciliwung melintas di luar Batavia, tidak
di tengah kota Batavia. Rencana pembangunan kanal ini dilakukan setelah banjir
besar melanda Jakarta dua tahun sebelumnya (1918). Inti konsep ini adalah
pengendalian aliran air dari hulu sungai dan mengatur volume air yang masuk ke
kota Jakarta, termasuk juga disarankan adalah penimbunan daerah-daerah rendah.
Antara tahun 1919 dan 1920, gagasan pembuatan Banjir Kanal dari
Manggarai di kawasan selatan Batavia sampai ke Muara Angke di pantai utara
sudah dilaksanakan. Sebagai pengatur aliran air, dibangun pula Pintu Air
Manggarai dan Pintu Air Karet.
Dengan bantuan Netherlands Engineering Consultants, tersusunlah
“Master Plan for Drainage and Flood Control of Jakarta” pada Desember 1973.
Berdasarkan rencana induk1 ini, pengendalian banjir Jakarta akan bertumpu pada
dua terusan yang melingkari sebagian besar wilayah kota.
Terusan itu akan menampung semua arus air dari selatan dan
dibuang ke laut melalui bagian-bagian hilir kota. Kelak, terusan itu akan
dikenal dengan nama Banjir Kanal Barat (BKB) dan Banjir Kanal Timur. Ini
adalah salah satu upaya pengendalian banjir Jakarta di samping pembuatan waduk
dan penempatan pompa pada daerah-daerah yang lebih rendah dari permukaan air
laut.
Untuk mengatasi banjir akibat hujan lokal dan aliran dari hulu
di Jakarta bagian timur dibangun Banjir Kanal Timur. Proyek Banjir Kanal Timur
dicanangkan sejak 1973, mengacu pada masterplan buatan Netherlands Engineering
Consultants (Nedeco). Rancangan ini didetailkan lagi lewat desain Nippon Koei
pada 1997. Namun penggalian kanal pertama kali baru dimulai pada 2003.
Tujuan pembangunan BKT, selain untuk mengurangi ancaman banjir
di 13 kawasan, melindungi permukiman, kawasan industri, dan pergudangan di
Jakarta bagian timur, tetapi BKT juga dimaksudkan sebagai prasarana konservasi
air untuk pengisian kembali air tanah dan sumber air baku serta prasarana
transportasi air.
BKT berfungsi untuk menampung aliran Kali Ciliwung, Kali
Cililitan, Kali Cipinang, Kali Sunter, Kali Buaran, Kali Jati Kramat, dan Kali
Cakung. Daerah tangkapan air (catchment area) mencakup luas lebih kurang 207
kilometer persegi atau sekitar 20.700 hektar. Rencana pembangunan BKT tercantum
dalam Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 6 Tahun 1999 tentang Rencana
Tata Ruang Wilayah 2010 Provinsi DKI Jakarta.
BKT melintasi 13 kelurahan (2 kelurahan di Jakarta Utara dan 11
kelurahan di Jakarta Timur) dengan panjang 23,6 kilometer. Total biaya
pembangunannya Rp 4,9 triliun, terdiri dari biaya pembebasan tanah Rp 2,4
triliun (diambil dari APBD DKI Jakarta) dan biaya konstruksi Rp 2,5 triliun
dari dana APBN Departemen Pekerjaan Umum.
B. Kritik Terhadap BKT
Proyek Banjir Kanal Timur (BKT) yang menghabiskan dana kurang
lebih Rp 5 triliun mengundang banyak kontroversi. Berbagai kritik pun
dilemparkan kepada pengambil kebijakan yang menyelenggarakan mega proyek itu,
mulai dari tukang sayur hingga para pejabat berdasi yang merasa gerah dengan
proyek itu. Pertanyaan pun bertubi seputar manfaat proyek. Setelah dikoleksi
ribuan pertanyaan maka sebenarnya hanya satu pertanyaan yang paling penting,
apakah proyek Banjir Kanal Timur sungguh-sungguh bisa membebaskan Kota
Jakarta bagian timur dari banjir?
Menjawab pertanyaan yang terasa menohok itu, Pemerintah Provinsi
DKI Jakarta, sebagai pihak yang bertanggung jawab atas proyek itu, tidak
berpretensi bahwa proyek itu dapat menyulap Jakarta dalam waktu super singkat
menjadi kota bebas banjir. Proyek ini merupakan bagian dari upaya untuk
mengurangi ancaman banjir yang selalu membuat warga ibu kota hiruk pikuk
menyambut kedatangan tamu yang tidak diundang itu. Tentu ada banyak pilihan.
Namun segera disadari, membangun BKT merupakan satu dari sekian ribuan pilihan
yang paling rasional dan paling mungkin untuk dilakukan sesuai dengan kemampaun
Pemprov DKI. Pada sisi ini pun Pemprov menyadari bahwa mengurai masalah banjir
di Jakarta, tidak semudah membalikkan telapak tangan. Membangun prasarana
penangkal banjir ternyata begitu sulit dan kompleks, barangkali sekompleks
mengurus warga Jakarta yang berasal dari beragam latar belakang, dengan memiliki
kepentingan seribu satu macam. Terasa begitu mustahil untuk menjawab begitu
banyak kepentingan. Namun bagaimana pun keputusan tetap harus diambil untuk
menyelamatkan Jakarta dari banjir.
Inilah segelintir persoalan yang berusaha untuk dituturkan dalam
bab ini. Sorotan permasalahan dimulai dengan latar belakang rancangan proyek
dibuat, tujuan proyek. Kritik dari berbagai pihak yang memberikan bumbu
tersendiri saat proyek itu sedang dalam proses pelaksaanan tetap ditampilkan.
Kritik pun tetap dihargai, karena selalu ditempatkan sebagai sarana refl ektif
tapi sekaligus korektif untuk menuju kepada sebuah kesempurnanan.
Saat mulai dibangun proyek BKT berbagai macam kritik muncul ke
permukaan. Tetapi kalau ditelusuri kembali ke belakang terkait dengan fenomena
banjir, kritik terhadap penangan banjir sudah lama mencuat. Kritik terhadap
penanganan banjir di Ibu Kota sebenarnya sudah mencuat hanya beberapa tahun
setelah rencana induk pengendalian banjir diketok pada 19732. Kritik itu
terkait dengan rencana yang memuat rancangan saluran kolektor di sisi timur
Jakarta yang kini dikenal dengan Banjir Kanal Timur.
Kritik tersebut muncul beberapa kali dalam laporan jurnalistik
yang diterbitkan sejumlah berkala 1974-1978. Maket pembuatan Banjir Kanal
Timur Maklum, dalam kurun waktu tersebut, setiap kali musim hujan tiba
Jakarta selalu kebanjiran, yang terbesar pada 1976.
Kritik paling kencang yang muncul ketika itu adalah mulai
maraknya pembangunan vila-vila di kawasan hulu Sungai Ciliwung, sungai utama
yang membelah Jakarta. Untuk kepentingan pariwisata saat itu, pembangunan vila
tersebut berlangsung nyaris tanpa kendali.
Sementara pada saat yang sama, saluran kolektor di sisi timur
Jakarta itu juga tidak kunjung dibangun. Usaha pembebasan lahan sebetulnya
sempat dilakukan. Namun, karena tidak didukung political will dan dana yang
kuat, upaya itu pun berhenti, sampai 30 tahun kemudian. Baru pada 10 Juli 2003
- setahun setelah banjir besar 2002 proyek pembangunan saluran sepanjang 23,6
km dengan lebar 100m-300 m tersebut kembali dicanangkan dan selesai pada tahun
2010.
Dalam pelaksanaannya, lagi-lagi proyek tersebut terbentur
kendala. Terutama oleh perkara pembebasan tanah yang sebagian besar dimiliki
warga dan swasta. Tidak jarang, di beberapa tempat terjadi tumpang tindih klaim
kepemilikan lahan.
Kritik terbaru untuk penanganan banjir datang dari “National
Open Network Conference II33 Konferensi ini dihadiri para spesialis penanganan
banjir dari sejumlah lembaga a.l. World Meteorological Org., UN Educational,
Scientifi c & Cultural Org., World Bank, Netherlands Education Support Offi
ce, US Agency for International Development, dan Asian Development Bank.“
yang mengadakan konferensi bertemakan “Manajemen Banjir” yang berlangsung di
Hotel Grand Kemang, Jakarta tahun 2010. Konferensi ini digelar oleh CKNet-Ina.
Dalam konferensi itu terungkap bagaimana pendekatan penanganan
banjir yang selama ini diupayakan pemerintah pusat dan Pemprov DKI ternyata
menyimpan paling sedikit tiga mitos yang sedemikian rupa membuat upaya
penanganan banjir menjadi tidak maksimal.
Mitos pertama, Banjir Kanal Timur adalah proyek yang akan
menjawab ancaman banjir di Jakarta. Perlu diketahui bahwa asumsi-asumsi yang
dipakai dalam proyek ini adalah asumsi yang dirumuskan pada 1920-an yang kini
sudah tidak relevan.
Konsep Banjir Kanal Timur datang dari konsep penanggulangan
banjir buatan Van Breen, tak lama setelah Batavia dilanda banjir besar pada
1918. Saat itu, Breen memperkenalkan konsep pengendalian aliran air dari hulu
sungai dan mengatur volume air yang masuk ke kota.
Breen merancang dua saluran kolektor yang mengepung kota guna
menampung limpahan air untuk selanjutnya dialirkan ke laut. Saluran pertama
menyusuri tepian barat kota, yang kedua melalui tepian timur kota.
Dua saluran itu ditujukan membelokkan aliran air, sehingga tidak
langsung menerjang pusat kota. Breen membangun saluran yang menyusuri tepian
barat dahulu karena sisi itulah yang terdekat dengan pusat Kota Batavia.
Saluran barat yang mulai dibangun mulai 1922 itulah yang kini
dikenal sebagai Banjir Kanal Barat, membentang dari Manggarai ke Muara Angke.
Sedangkan saluran timur, ketika itu dirancang dengan perkiraan kota akan terus
tumbuh ke arah timur, tidak sempat dibangun karena perang dunia kedua.
Tetapi apa yang terjadi kemudian ternyata kota Jakarta tidak
berkembang ke timur, tetapi justru berkembang ke arah selatan. Padahal dalam
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) DKI 1985-2000 dan juga 2000-2010, kota
Jakarta dirancang untuk didorong ke barat dan ke timur yang ditandai dengan
pembentukan sentra primer baru.
Kedua, keberadaan BKT akan mengurangi banjir hingga 40 persen
seperti yang diungkapkan beberapa pejabat teras DKI. Prediksi ini pun dikritik
karena tidak tidak pernah ada paparan pasti tentang perhitungan tersebut.
Tidak ada yang tahu dari mana datangnya angka itu. Definisi akan mengurangi
banjir hingga 40 persen dinilai oleh beberapa pengamat banjir sangat kabur.
Apakah yang dimaksud 40 persen itu dihitung dari luas daerah yang tergenang,
atau 40 persen dari volume air yang tidak bisa ditampung oleh kapasitas
drainase kota. Tentu, ini dua hal yang sangat berbeda.
Benar bahwa BKT yang menampung air dari Kali Cipinang, Sunter,
Buaran, Cakung, Jati Kramat, dan Blencong dengan daerah tangkapan seluas 20.700
ha untuk dibuang ke laut melalui Marunda, akan mengurangi ancaman banjir di 13
kawasan di Jakarta bagian timur.
Akan tetapi, ancaman banjir yang tidak disertai dengan
perhitungan curah hujan rencana sebagai data pijakan mengenai kemungkinan
frekuensi dan persentase banjir dalam kurun tertentu yang akuntabel,
klaim-klaim pengurangan banjir itu dengan sendirinya menjadi bias.
Pada zaman Belanda misalnya, curah hujan rencana dihitung 20
tahun. “Sekarang kita tidak tahu berapa persisnya curah hujan rencana di DKI.
Ada yang bilang 5 tahun, 10 tahun, tidak jelas,” kata Jan T.L. Yap, konsultan
banjir dari CKnet-Ina untuk Bank Dunia-Indonesia.
Padahal, penentuan curah hujan rencana tersebut sangat
menentukan jenis keputusan yang akan diambil dalam penanganan banjir, yang
meliputi sisi ekonomi, engineering, sosial, dan juga lingkungan.
Dari ketiadaan penentuan curah hujan rencana ini pula, akhirnya,
muncul mitos ketiga, yaitu Banjir Kanal Timur adalah solusi paling murah yang
bisa diupayakan guna mengurangi risiko kerugian banjir di Jakarta. Para
pendukung argumentasi murah di sini biasa membandingkan ongkos yang dikeluarkan
untuk membangun Banjir Kanal Timur dengan rencana pembangunan 42 polder yang
butuh total dana Rp 39 triliun.
Murah di sini menjadi mitos, karena seharusnya konsep murah itu
tidak dibandingkan dengan ukuran APBD, tetapi dengan nilai kerugian yang dapat
dimitigasinya. Dalam hal ini, areal mitigasi itu adalah Sunter, Cipinang,
Buaran, Cakung, dan Kelapa Gading.
Faktanya, apabila dibandingkan dengan kawasan lain yang justru
tidak dilindungi, seperti di Jakarta bagian selatan seperti di Kemang atau
Senayan, kawasan yang jadi target mitigasi Banjir Kanal Timur bukanlah kawasan
yang bernilai tinggi.
Perlu segera ditambahkan, pembuatan jutaan lubang biopori di
kawasan selatan Jakarta sudah pasti juga tidak akan bisa maksimal menggantikan
peran kanal. Sebab lubang biopori itu sejatinya hanya akan bekerja optimal di
wilayah hulu, di Bogor, bukan di hilir. Dengan tiga mitos tersebut, seharusnya
pemprov mengkaji kembali rencana proyek banjir kanal tersebut. Perlu ada modifi
kasi dengan situasi terkini, tentu dengan hitungan nilai risiko yang lebih
akuntabel.
C.
Proyek BKT Dikebut
Meskipun kritik datang bertubi-tubi, tetapi BKT tetap
dilanjutkan. Karena itu, barangkali dua pepatah berikut ini cocok untuk
diterapkan di sini: “Tidak ada gading yang tak retak” atau “biarlah anjing
menggongong kafi lah tetap berlalu”. Kritik ini tidak akan menggugurkan niat
Pemprov DKI untuk merealisasikan proyek BKT, karena kritik lebih dilihat
sebagai bagian dari proses menuju kesempurnaan. Sehingga benar apa yang
dikatakan oleh Filsuf Yunani Sokrates, “Hidup tanpa digugat tidak layak untuk
dihayati”. Ini juga yang dilakukan pimpinan Pemprov DKI Jakarta.
Ketika Fauzi Bowo memegang tampuk pimpinan di Provinsi DKI
Jakarta, proyek BKT pun dikebut. Ini memang tidak lepas dari janji insinyur
lulusan Jerman ini saat melakukan kampanye pemilihan Gubernur DKI. Saat itu
Fauzi pernah melempar janji: “Serahkan masalah banjir pada ahlinya”. Menjelang
pergantian tahun 2009 ke 2010, BKT memang telah mencapai laut.
Total biaya yang dihabiskan mencapai Rp 4,9 trilyun. Sebagian
besar dana itu umumnya digunakan untuk biaya konstruksi dan pembebasan lahan.
Kanal sepanjang 23,6 kilometer itu dimulai di Kelurahan Cipinang Besar,
membelah kawasan timur Jakarta ke arah utara, hingga berakhir ke laut di
kawasan Kelurahan Marunda, Jakarta Utara.
Meskipun proyek ini selesai sesuain dengan yang diperkirakan
sebelumnya, Gubernur Fauzi merendah. Dia mengakui bahwa proyek antisipasi
banjir itu memang jauh dari sempurna. Masih ada sejumlah titik di
sepanjang jalur Kanal Banjir Timur yang belum sempurna. Misalnya, target
lebar badan kanal yang seharusnya 75 meter belum tercapai.
Hal yang senada juga diungkapkan oleh Pitoyo Subandrio, Kepala
Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung- Cisadane. Menurut Pitoyo, pembangunan BKT
memang belum optimal karena masih ada yang dalam tahap pekerjaan, tetapi semua
akan diselesaikan pada waktunya.
Pitoyo optimis bahwa BKT akan menjadi pelengkap berbagai proyek
pencegah banjir yang telah ada. Maklum, bicara soal banjir, Jakarta memang
menjadi biangnya sejak dahulu kala. Banjir bandang Jakarta direkam sejarah
terjadi sejak 1614. “Kemudian banjir datang lagi ketika terjadi perubahan
lahan. Belanda mengubah lahan kebun karet di kawasan Puncak dengan perkebunan
teh pada 1920-an,” tutur Pitoyo.
Untuk mencegah banjir, ketika itu pemerintah kolonial Belanda
membangun kanal yang kelak dikenal sebagai Kanal Banjir Barat. Saluran banjir
ini membentang dari Kelurahan Manggarai hingga kawasan Muara Angke sepanjang
17,4 kilometer. Sebelumnya, Kanal Banjir Barat itulah yang selama ini bersusah
payah meredam banjir bandang Jakarta. Toh, kemampuannya terbatas karena hanya
bisa menaklukkan air bah sampai 370 meter kubik per detik.
Nah, Banjir Kanal Barat dan Banjir Kanal Timur akan berpasangan,
bahu-membahu mencegah banjir tahunan Jakarta. Kanal Banjir Timur didesain untuk
menjaga lima daerah aliran sungai yang mengalir di Jakarta, yakni Sungai
Cipinang, Sunter, Buaran, Jatikramat, dan Cakung. Dulu kelima aliaran sungai
itu langsung bermuara ke laut, tetapi sekarang kelima sungai tersebut ditampung
dulu di BKT, sebelum dibuang ke laut.
Dibandingkan dengan Kanal Banjir Barat, BKT memang mempunyai
daya tampung lebih besar, dengan debit air hingga 390 meter kubik per detik.
Selain itu, BKT juga dilengkapi dengan sistem kolam sedimen berukuran 300 x 350
meter di kawasan Ujung Menteng. Sistem kolam ini berguna untuk menangkap
sedimen agar badan kanal tetap leluasa.
Bukan Zero Banjir
Terkait dengan bencana banjir yang terus menerus menggelontor ke
wilayah DKI hampir setiap tahun, munculpertanyaan apakah proyek BKT bisa
membuat Jakarta menjadi daerah zero banjir. Pertanyaan ini timbul utama terkait
dengan mencuatnya anggapan bahwa proyek BKT dapat membebaskan Jakarta dari
banjir. Anggapan ini memang tidak seluruhnya keliru, tetapi sebenarnya lebih
sebagai sebuah harapan dari beberapa kelompok masyarakat yang selama ini
menjadi langganan korban banjir.
Harus diakui bahwa proyek BKT bukan untuk menghilangkan banjir
di kawasan yang membentang dari dari Jakarta Timur hingga Jakarta Utara, tetapi
lebih sebagai sebuah upaya maksimal untuk mengurangi banjir. Hal ini ditegaskan
oleh Pitoyo.Menurut Kepala Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung- Cisadane ini,
proyek BKT bukan untuk membebaskan Jakarta dari banjir, tetapi untuk mengurangi
risiko banjir di sebagian wilayah Jakarta Utara dan Jakarta Timur. Jadi tidak
benar kalau dikatakan bahwa proyek BKT ini akan membuat Jakarta bebas banjir.
Yang benar adalah mengurangi risiko banjir di sebagian wilayah Jakarta Utara
dan Jakarta Timur, yang luas wilayahnya mencapai 270 kilometer persegi. Wilayah
inilah yang diamankan.
Dengan adanya BKT ini, maka aliran 5 sungai yang melintasi
kawasan kawasan Jakarta Timur hingga ke Jakarta Utara dipotong dan mengalir ke
BKT. Itu berarti kawasan tersebut tidak akan mendapatkan air banjir dari atas
karena alirannya sudah dipotong ke BKT.
Tetapi Pitoyo juga menegaskan, kalau hujan dari atas (air hujan
yang turun di wilayah itu) tidak akan ditampung di BKT sehingga kawasan itu
juga harus mempunyai sistem drainase yang baik. Meskipun kemungkinan genangan
tetap ada, kalau hujan yang turun melebihi kapasitas, BKT tetap bisa meluap.
Nah, untuk mengatasi dampak meluapnya air tampungan BKT,
dibuatlah tanggul beton dan memiliki daya kuat lebih baik sehingga
menghilangkan kemungkinan tanggul jebol. BKT sendiri mampu menampung air hingga
390 kubik per detik.
Proyek BKT ini memang dirancang sesuai dengan rencana penataan
ruang seluruh daerah aliran sungai di DKI sehingga bisa tertata dengan baik di
samping sebagai pengendali banjir dan mengurangi genangan di 13 kawasan. Alur
Kanal Timur dibuat sepanjang 23,6 km dengan lebar kanal 100-300 meter, dengan
memotong sungai di bagian timur guna dialirkan langsung ke laut.
Tetapi harus dicatat juga bahwa dengan selesainya proyek ini
tidak berarti persoalan banjir di Jakarta semuanya sudah teratasi. Ini adalah
sebuah upaya untuk mengurangi banjir. Sebab kadang-kadang, tak ada angin tak ada
hujan, air bah tetap rajin datang berkunjung. Itu gara-gara sistem tata air
yang amburadul, sehingga banyak air yang menggenang. Apalagi, sejumlah wilayah
di Jakarta berada lebih rendah dari ketinggian permukaan air laut.
Karena itu Pitoyo menegaskan bahwa sesungguhnya mencegah
datangnya banjir bisa identik dengan mengelola suatu negara. Soalnya, banyak
kepentingan yang terlibat. “Karena ada batas daerah, penduduk, kondisi sosial,
dan lingkungan. Ada undang-undang dan peraturan yang harus ditaati,” katanya.
Persoalan yang senada secara lugas diungkapkan oleh pakar
lingkungan dan drainase dari Universitas Indonesia, Elkhobar M. Nazech. Ia
berpendapat bahwa proyek BKT boleh jadi tidak banyak manfaatnya bila
kebijakan penanggulangannya hanya sebagian dan masyarakat tetap tidak peduli
lingkungan. Salah satunya, misalnya soal drainase perkotaan tadi.
Berdasarkan pantauan Elkhohar, masih banyak saluran air yang
mampet dan tidak terpelihara. Padahal, salah satu syarat bebas banjir adalah
sistem saluran air dan penggunaan lahan yang baik. Menurut Elkhobar, banjir
Jakarta terjadi karena tiga hal. Pertama, meluapnya sungai-sungai yang
melintasi Ibu Kota. Soalnya, ada 13 sungai di Jakarta yang harus dipelihara
agar tetap baik. Jika badannya semakin sempit, tidak dapat menampung air yang
masuk.
Penyebab kedua, dalam kondisi tertentu, air pasang laut dapat
merambah sebagian wilayah Jakarta karena memang berada di bawah permukaan laut.
Ketiga, sistem drainase perkotaan yang buruk, sehingga pada saat curah hujan
tinggi, air meluap.
Perawatan sistem drainase memang perlu secara rutin dilakukan.
Terakhir kali, Pemda DKI melakukan rehabilitasi dan berhasil mengangkat 1,5
juta kubik endapan lumpur dari 64 saluran air dan anak sungai di lima wilayah
Jakarta. Biaya yang dihabiskan mencapai Rp 154 milyar. Tapi sedimen dan
perambahan lahan bantaran sungai seakan tak pernah habis.
Jika kondisi itu dibiarkan, ujung-ujungnya sumber air bersih
semakin menyusut. “Pada saat ini, Jakarta sudah miskin air bersih. Dari Sungai
Ciliwung saja tinggal 2,5 kubik per detik. Sumber air bersih dari Sungai
Cipinang, Sunter, dan yang lainnya lebih banyak bercampur dengan limbah
kamar mandi dan dapur,” kata Pitoyo. Bersyukurlah, Jakarta masih memiliki Waduk
Jatiluhur sebagai sumber air bersih.
BKT akhirnya diresmikan selesai serentak dengan diadakannya
Festival BKT yang diadakan pada tanggal 26 oktober 2012 hingga 28 Oktober 2012
oleh Pemkot walikota Jakarta Timur dan diresmikan oleh Gubernur DKI jakarta
yaitu Bapak Joko Widodo.
Bab III
Pembahasan Eksternalitas
A. Eksternsalitas
Dalam suatu perekonomian modern, setiap aktivitas mempunyai
keterkaitan antara aktifitas satu dengan aktivitas lainnya. Keterkaitan ini
akan membuat kegiatan – kegiatan perekonomian berjalan dengan lancar apabila
kegiatan tersebut dilaksanakan melalui mekanisme pasar atau melalui suatu
sistem. Keterkaitan suatu kegiatan dengan kegiatan lain yang tidak melalui
mekanisme pasar ini adalah apa yang disebut eksternalitas
Secara umum dapat dikatakan bahwa eksternalitas merupakan efek
samping dari suatu kegiatan atau transaksi ekonomi yaitu berupa dampak positif
(positive external effects, external economic) maupun dampak negatif (negative
external effects, external diseconomic).
Dampak yangpositif misalnya seseorang yang membangun sesuatu pemandangan
yang indah dan bagus pada lokasi tertentu mempunyai dampak positif bagi orang
sekitar yang melewati lokasi tersebut.
Sedangkan dampak negatif misalnya polusi udara, air dan suara. Ada juga ekternalitas yang dikenal sebagai
eksternalitas yang berkaitan dengan uang (pecuniary externalities) yang muncul
ketika dampak eksternalitas itu disebabkan oleh meningkatnya harga. Misalnya, suatu perusahaan didirikan pada
lokasi tertentu atau kompleks perumahan baru dibangun, maka harga tanah
tersebut akan melonjak tinggi. Meningkatnya
harga tanah tersebut menimbulkan dampak external yang negatif terhadap konsumen
lain yang ingin membeli tanah disekitar daerah tersebut.
Dalam contoh di atas dampak tersebut dalam perubahan harga
tanah, dimana kesejahteraan masyarakat berubah tetapi perubahan itu akan
kembali ke keadaan keseimbangan karena setiap barang akan menyamakan rasio
harga-harga barang dengan marginal rate of substitution (MRS). Jadi, suatu fakta bahwa tindakan seseorang
dapat mempengaruhi orang lain tidaklah berarti adanya kegagalan pasar selama
pengaruh tersebut tercermin dalam harga-harga sehingga tidak terjadi ketidak
efisienan dalam perekonomian.
B. Eksternalitas Positif
Dalam hal ini dengan dibangunnya Banjir kanal timur dapat mengurangi
ancaman banjir di 13 kawasan, melindungi permukiman, kawasan industri, dan
pergudangan di Jakarta bagian timur(disekitar BKT) selain itu ternyata disekitar BKT dibangun
jalan jalur khusus sepeda agar warga jakarta dapat lebih sehat selain itu juga
dapat mengurangi sedikit polusi udara, penanaman pohon kembali disepanjang BKT,
pembuatan taman Ahema , pembangunan halte, adanya penerangan lampu sehingga BKT
seakan disulap menjadi tempat wisata atau taman kota yang bisa menjadi barang
publik dan bisa dinikmati oleh seluruh masyarakat jakarta, BKT juga membuka
lapangan pekerjaan bagi para pedagang yang membuka lapak mereka dimalam hari
terutama didarah BKT Duren sawit.
C. Eksternalitas Negatif
Dengan adanya pembangunan proyek Banjir Kanal Timur telah
menimbulkan adanya penggusuran yang dilakukan oleh pemerintah sehingga
menyebabkan beberapa warga yang termasuk daerah gusuran kehilangan rumah dan
tempat usaha mereka walaupun mereka mendapatkan penggantian tanah namun itu
terasa kurang adil bagi mereka. Disekitar BKT juga banyak para pedagang yang
berjualan namun tak jarang mereka tidak memperhatikan sampah-sampah dari
dagangan mereka juga pengunjung, sehingga dapet mengurangi keindahan BKT dan
dapat menyebabkan polusi tanah dan air akibat sampah yang dibuang sembarangan
dapat mengoroti laut karena aliran bktdibuang ke laut, BKT juga mempengaruhi
harga tanah disekitar BKT karena dengan dibangunnya BKT dibangun pula jembatan
yang membuat akses kejalan raya menjadi mudah sehingga menaikkan harga jual
tanah.
Bab IV Penutup
A.
Kesimpulan
Banjir Kanal timur merupakan proyek pemerintah DKI Jakarta yang
sudah direncanakan darri semenjak zaman kolonial Belanda namun baru dapat
terealisasikan dan rampung 100% pada tahun 2012 ini, Tujuan pembangunan BKT,
selain untuk mengurangi ancaman banjir di 13 kawasan, melindungi permukiman,
kawasan industri, dan pergudangan di Jakarta bagian timur, tetapi BKT juga
dimaksudkan sebagai prasarana konservasi air untuk pengisian kembali air tanah
dan sumber air baku serta prasarana transportasi air. Diharapkan BKT dapet
berfungsi secara maksimal. Namun kita baru dapat melihat kefektifan BKT ini
pada saat banjir besar melanda Jakarta, Eksternalitas merupakan dampak positif
dan negatif yang ditimbulkan akibat adanya pembangunan proyek BKT.
B. Saran
Untuk meminimalisir eksternalitas negatif dari proyek BKT yaitu
sampah-sampah yang berserakan akibat adanya pedagang dan pengnjung, sebaiknya
pemerintah menyediakan fasilitas sarana tempat sampah disekitar BKT agar tidak
terjadi polusi tanah dan air, sehingga tujuan utama BKT jakarta bebas banjir
dapat terealisasikan sehingga pengalokasian dana yang sangat besar dapat lebih
efisien.
Daftar Pustaka
Sumber :
http://ilmucerdas.wordpress.com/profil/cara-penulisan-laporan-ilmiah/
Tanpa
nama.2013.”Pengertian Laporan Ilmiah dan Sistematika Laporan Ilmiah ”. Dalam http://www.pengertianahli.com/2013/10/pengertian-laporan-ilmiah-dan.html
http://repository.binus.ac.id/content/A0282/A028263511.ppt
http://mikhaanitaria.blogspot.com/2010/04/laporan-ilmiah.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar