Selasa, 03 Juni 2014

Resensi Novel Bidadari-bidadari Surga







IDENTITAS BUKU

Judul Buku
Bidadari-bidadari Surga
Pengarang
Tere-Liye
Penerbit
Republika
TahunTerbit
Cetakan Pertama, 2008
Tebal Buku
vi + 368 halaman
Ukuran Buku
20,5 x 13,5 cm
Harga Buku
Rp. 47.500


Latar Belakang Pengarang
Tere Liye lahir pada tanggal 21 mei 1979, ia berasal dari Sumatera Selatan dan merupakan anak ke enam dari tujuh bersaudara, nama aslinya adalah Darwis, Tere Liye merupakan nama populernya yang diambil dari bahasa India yang artinya untukmu, Ia merupakan mahasiswa lulusan fakultas ekonomi Universitas Indonesia. Hingga saat ini  Tere Liye telah melahirkan 14 karya yang best seller dan diantara semua karyanya ada beberapa novel yang difilmkan seperti Bidadari-bidadari Surga, Hafalan Shalat Delisa(2005), Moga Bunda disayang Alloh(2005).


SINOPSIS
Cerita novel ini menceritakan tentang perjuangan seorang Gadis bernama Laisa yang merupakan Kakak tertua dalam keluarganya ia memiliki 4 orang adik yang pertama bernama Dalimunthe, kedua Ikanuri, ketiga Wibisna dan yang terakhir Yashinta. Laisa bukanlah kakak kandung ataupun anak kandung dari mamak Lainuri, Laisa merupakan anak tiri dari Mamak Lainuri.
Laisa rela berkorban memutuskan untuk tidak bersekolah karena Ayah Tirinya meninggal dunia oleh ulah harimau dihutan, ia harus menjadi tulang punggung keluarga, Laisa dan keluarganya tinggal dilembah Lahambay.
Laisa merupakan gadis yang digambarkan buruk rupa tidak seperti keempat saudaranya yang cantik dan tampan, namun ia memiliki hati yang amat mulia rela berkorban demi menyekolahkan ke empat adiknya, Laisa merupakan seorang petani jagung namun pada suatu hari ia mendengar percakapan mahasiswa kedokteran yang sedang KKN seusai mengobati Yashinta yang sakit, bahwa desanya ini sangat bagus suhu dan iklimnya untuk menanam stroberi, akhirnya Laisa mengajak mamak Lainuri dan ke empat adiknya untuk melakukan terobosan menanam buah stroberi dikampungnya, akhirnya semua perjuangannya berbuah hasil, Laisa berhasil menjadi pengusaha stroberi yang sukses hingga bisa menjadikan adik-adiknya lulus kuliah menjadi orang-orang yang hebat bahkan Dalimunthe berhasil menjadi profesor.
Seiring berjalannya waktu adik-adik Laisa bertumbuh dewasa dan menemukan jodohnya masing-masing, hal ini berbanding terbailk dengan Laisa yang hingga saat ini sulit mendapatkan jodoh, namun merekan segan untuk melangkahi kak Lais untuk menikah. Namun kak Lais menasihati mereka untuk menikah saja. Hingga suatu waktu kak Laisa ternyata menderita kanker paru-paru dan ia menyembunyikan dari keempat adiknya hanya Mak Lainuri saja yang mengetahuinya, ketika semua adiknya tidak berada dirumah, penyakit Laisa bertambah parah hingga akhirnya mak Lainuri mengirimkan pesan ke empat adiknya agar segera pulang, dan akhirnya saat mereka semua berkumpul dan Kak Laisa pun meninggal dunia dengan senyum, dalam novel ini meyakinka bahwa kak Laisa menjadi bidadari surga seperti epilog dalam novel ini
“Wahai, wanita-wanita yang hingga usia 30, 40, atau lebih dari itu, tapi belum juga menikah (mungkin karena keterbatasan fisik, kesempatan, atau tidak pernah “terpilih” di dunia yang amat keterlaluan mencintai materi dan tampilan wajah). Yakinilah, wanita-wanita salehah sendiri, namun tetap mengisi hidupnya dengan indah berbagi, berbuat baik, dan bersyukur, kelak di hari akhir sungguh akan menjadi bidadari-bidadari surga. Dan kabar baik itu pastilah benar, bidadari surga parasnya cantik luar biasa.”

UNSUR INTRINSIK NOVEL :
- Latar
Latar dalam novel ini, tampak jelas sehingga pembaca dengan mudah memahami bacaan dan tidak perlu meraba-raba kapan dan di mana peristiwa tersebut terjadi baik latar tempat, waktu, dan suasana, misalnya rumah Laisa dilembah Lahambay.
- Sudut pandang
Sudut pandang dalam Novel tersebut, menggunakan sudut pandang orang ketiga, sehingga penulis/pengarang bisa lebih leluasa dalam menuangkan dan mengungkapkan isi pikirannya.

- Penokohan
Laisa : baik, rela berkorban, kuat, tegas dan mandiri
Mak Lainuri : baik, ibu yang lemah lembut
Dalimunthe : baik, pintar, rajin, penurut dan paling sayang dan peduli dengan kak Lais
Ikanuri : agak sedikit nakal namun baik sebenarnya
Wibisana : baik, rajin sedikit nakal
Yashinta : baik, cantik, suka dengan hewan dan suka berpetualang

- Alur
Alur dalam Novel tersebut, menggunakan alur campuran.

KELEBIHAN NOVEL :
ü  Buku ini sangat menyentuh dan inspiratif, ceritanya sangat menarik. Ceritanya diulas dengan sangat rinci dan seolah pembaca merasakan apa yang diceritakan oleh penulis.
ü  Alur cerita dan bahasa yang digunakan cukup sederhana sehingga mudah untuk dipahami.
ü  Bahasa kiasan yang digunakan sangat indah.
ü  Novel ini disusun dengan balutan dialog-dialog yang cukup berhasil membuat emosi para pembacanya menyelami perasaan tokoh-tokoh yang ada di dalamnya
ü  Kita juga dapat mengambil hikmah yang terkandung di dalamnya tentang takdir Tuhan, bahwa hidup, jodoh, rezeki, dan mati adalah sepenuhnya milik Allah. Manusia hanya bisa berusaha semampunya dan berdo’a, tapi keputusan akhir tetap di tangan Allah.

KEKURANGAN NOVEL :
      Gaya bahasa dalam Novel ini agak memusingkan, misalnya untuk peletakan cara memanggil karakter kunci yang kadang dipanggil Kak, kadang dipanggil Wak, di beberapa tempat agak berantakan
      Novel ini yang terasa sedikit janggal adalah mengenai sudut pandang penulis. Terdapat kerancuan pada penempatan posisi penulis dalam cerita ini terkadang tidak ada korelasi dengan jalan cerita.

SARAN
Berdasarkan kekurangan yang telah dikemukakan sebaiknya gaya bahasanya lebih konsisten terhadap panggilan Laisa, dan penulis sebaiknya lebih bisa menempatkan diri untuk penyampaian hubungan penulis dengan laisa dapat disampaikan pada latar belakang bukan didalam alur cerita.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar