NAMA
: SELVI YULIANI
NPM :
16211662
KELAS
: 4EA17
TUGAS
KE : 3 SOFTSKILL (ETIKA BISNIS)
ABSTRAK
Selvi Yuliani, 16211662
IKLAN DALAM ETIKA DAN ESTETIKA
Jurnal. Jurusan Manajemen, Fakultas
Ekonomi, Universitas Gunadarma, 2014
Kata Kunci : IKLAN, ETIKA, ESTETIKA
(
16 halaman )
Tujuan penulisan ini adalah untuk mengetahui bagaimana seharusnya seorang
produsen mempromosikan suatu produk barang atau jasa kepada konsumen dilihat
dari berbagai sisi seperti dari sisi kepentingan perusahaan dan hak-hak
konsumen
Dalam penulisan ini metode yang penul
gunakan adalah metode kualitatif dengan menggunakan sumber datas sekunder melalui library research yaitu pengumpulan
data yang penuli dapatkan dari buku dan internet
Simpulan Dalam penulisan ini adalah
masih ada beberapa produsen yang mengunakan etika dalam berpromosi da nada juga
yang kurang beretika.
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1.Latar
Belakang
Suatu perusahaan adalah pelaku
dalam sebuah bisnis, bisnis yang baik adalah bisnis yang beretika dan
menjunjung segala norma-norma baik norma hokum maupun norma yang berlaku
dimasyarakat luas.
Tujuan
utama perusahaan dalam berbisnis adalah untuk mendapatkan keuntungan, salah
satu cara untuk dapat mencapai tujuannya adallah dengan cara mempromosikan atau
memperkenalkan produk atau jasa yang dijual kepada masyarakat, agar produknya
dikenal dan bias dlaku dipasaran,
Cara-cara
mempromosikan produk tersebut dapat dilakukan melalui personal selling, public
relation, telemarketing, serta iklan diberbagai media.
Iklan
adalah suatu pesan tentang barang/jasa (produk) yang dibuat oleh produser/pemrakasa
yang disampaikan lewat media (cetak, audio, elektronik) yang di tujukan kepada
masyarakat. Tujuan iklan adalah agar masyarakat tertarik untuk membeli atau
menggunakan barang atau jasa tersebut.
Tanpa disadari setiap harinya kita telah disodori
berbagai iklan baik di televise, media
cetak, kita dipaksa untuk mengenal produk tanpa disadari, bahkan terkadang ada
perusahaan yang tidak memperhatikan konsep iklannya sehingga terkadang
mengabaikan etika dan estetika.
Oleh
karena itu iklan sangatlah penting dalam dunia bisnis untuk meraih target pasar
dan positioning yaitu memposisikan produk dimata pelanggan, namun dalam
mengeluarkan iklah perlu diperhatikan juga kepentingan perusahaan dan hak-hak
konsumen tidak boleh dibakaikan.
Berdasarkan latar
belakang diatas penulis ingin membahas lebih lanjut tentang “Iklan Dalam Etika Dan Estetika “
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas
dapat dirumuskan beberapa masalah antara lain :
1.
Apakah iklan yang beredar dimasyarakat
telah memperhatikan kepentingan perusahaan?
2.
Apakah Iklan yang beredar dimasyarakat
telah memperhatikan Hak-hak Konsumen ?
1.3
Batasan Masalah
Dalam penyusunan penulisan ini penulis
membatasi hanya pada iklan dalam eika dan estetika.
1.4
Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan ini adalah :
1. Untuk
mengetahui iklan dalam etika dan estetika tentang bagaimana seharusnya produsen
mempromosikan suatu produk barang dan jasa kepada konsumen dari sisi
kepentingan perusahaan
2. Untuk
mengetahui iklan dalam etika dan estetika tentang bagaimana seharusnya produsen
mempromosikan suatu produk barang dan jasa kepada konsumen dari sisi hak-hak
konsumen
BAB
II
LANDASAN
TEORI
2.1 Etika
Etika adalah Ilmu tentang apa yang
baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (KBBI).
Etika Secara Umum :
µ Jujur : tidak memuat
konten yang tidak sesuai dengan kondisi produk yang diiklankan
µ Tidak memicu konflik SARA
µ Tidak mengandung
pornografi
µ Tidak bertentangan dengan
norma-norma yang berlaku.
µ Tidak melanggar etika
bisnis, ex: saling menjatuhkan produk tertentu dan sebagainya.
µ Tidak plagiat
2.2 Estetika
Estetika adalah Berkaitan dengan
keindahan, seni. Selain etis, estetis iklan juga harus mengandung daya tarik
seni, estetika. Agar iklan itu mach, dan tidak membosankan
selain itu iklan dengan estetika yang baik, juga akan mengundang daya tarik
khalayak (desire) untuk memperhatikan iklan tersebut dan kemudian melakukan
action membeli dan menggunakan produk tersebut.
Etis
adalah berkaitan dengan kepantasan, Apakah iklan itu pantas untuk ditayangkan?
secara etika memang iklan harus ah memuat sesuatu yang jujur tapi bukan
berarti lalai dengan ke-etis-an iklan tersebut.
Estetis
adalah berkaitan dengan kelayakan, kepada siapa iklan itu ditujukan siapa
target marketnya, siapa target audiennya, kapan iklan terebut harus
ditayangkan. Produsen rokok selalu menayangkan iklannya pada waktu-waktu dimana
anak kecil sudah tidur. Ya.. Memang harus demikian, karena iklan itu hanya
ditujukan untuk orang dewasa.
Menurut
Thomas M. Garrey, SJ, iklan dipahami sebagai aktivitas-aktivitas yang lewatnya
pesan-pesan visual atau oral disampaikan kepada khalayak dengan maksud
menginformasikan atau memengaruhi mereka untuk membeli barang dan jasa yang
diproduksi, atau untuk melakukan tindakan-tindakan ekonomi secara positif
terhadap idea – idea, institusi – institusi atau pribadi – pribadi yang terlibat
di dalam iklan tersebut.
2.3 Iklan
Iklan merupakan sebuah proses komunikasi
yang bertujuan untuk membujuk orang untuk mengambil tindakan yang menguntungkan
bagi pihak pembuat iklan. Iklan ditujukan untuk mempengaruhi perasaan,
pengetahuan, makna, kepercayaan, sikap, pendapat, pemikiran dan citra konsumen
yang berkaitan dengan suatu produk atau merek, tujuan periklanan ini bermuara
pada upaya untuk dapat mempengaruhi perilaku konsumen dalam membeli sebuah
produk yang ditawarkan.
Kata Iklan sendiri berasal dari bahasa
Yunani, yang artinya adalah upaya menggiring orang pada gagasan. Adapun
pengertian secara komprehensif atau luas adalah semua bentuk aktifitas untuk
menghadirkan dan mempromosikan ide, barang ataupun jasa secara nonpersonal
melalui media yang dibayar oleh sponsor tertentu. (Durianto, dkk, 2003).
Menurut pakar periklanan dari Amerika,
S. William Pattis (1993) iklan adalah setiap bentuk komunikasi yang dimaksudkan
untuk memotivasi dan mempromosikan produk dan jasa kepada seseorang atau
pembeli yang potensial. Tujuannya adalah mempengaruhi calon konsumen untuk
berfikir dan bertindak sesuai dengan keinginan si pemasang iklan.
Menurut Roman, Maas & Nisenholtz.
2005, Pengertian lainnya, iklan adalah seni menyampaikan apa yang ditawarkan
atau dijual untuk mendapatkan perhatian dan menempatkan produk secara unik
kedalam pikiran konsumen dengan alat bantu.
Menurut Britt, iklan sejak semula tidak
bertujuan memperbudak manusia untuk tergantung pada setuap barang dan jasa yang
ditawarkan, tetapi justru menjadi tuan atas diri serta uangnya, yang dengan
bebas menentukan untuk membeli, menunda atau menolak sama sekali barang dan
jasa yang ditawarkan.
2.4
Sejarah Etika Periklanan Di Indonesia
2.4.1 Perkembangan Periklanan di Indonesia
Perkembangan periklanan di Indonesia
telah ada sejak lebih dari se abad yang lalu. Iklan yang diciptakan dan dimuat
di surat kabar telah ditemukan di surat kabar “Tjahaja Sijang” yang terbit di
Manado pada tahun 1869. Surat kabar tersebut terbit sebulan sekali setebal 8
halaman dengan 4 halaman ekstra. Iklan-iklan yang tercantum di surat kabar
tersebut bukan hanya dari perusahaan / produsen, tetapi juga dari individu yang
mencantumkan iklan untuk kepentingan pribadi.
Di tempat lain juga telah ada kegiatan
periklanan melalui surat kabar, yaitu di Semarang pada tahun 1864. Surat kabar
“De Locomotief yang beredar setiap hari telah memuat iklan hotel / penginapan
di kota Paris. Iklan di kedua surat kabar ini masih didominasi oleh tulisan dan
belum bergambar, karena kesulitan teknis cetak pada saat itu.Dalam
perkembangannya, setiap surat kabar yang terbit kemudian, juga mencantumkan
iklan sebagai sarana memperoleh penghasilan guna membiayai ongkos cetaknya.
2.5 Keuntungan dan Kerugian Iklan
Mengikuti dokumen yang dikeluarkan oleh
komisi kepausan bidang komunikasi sosial mengenai etika dalam
iklan, paling kurang ada empat keuntungan dan ketugian yang bisa
diperoleh dari iklan, yakni keuntungan dan kerugian di dalam bidang ekonomi,
politik,kultural dan agama, serta moral. Keempat hal tersebut akan
dideskripsikan berikut :
¶ Bidang ekonomi
Dalam kerangka tindakan ekonomi secara
luas, iklan merupakan sebuah jaringan kerja yang amat kompleks karena
melibatkan produsen (pemasang iklan), pembuat iklan (advertiser), agen-agen,
media iklan, para peneliti pemerintah, maupun masyarakat itu sendiri. Maka keuntungan-keuntungan
maupun kerugian-kerugian di bidang ekonomi juga berpengaruh secara langsung
terhadap para pelaku ekonomi itu.
Iklan ternyata memampukan
perusahaan-perusahaan untuk bisa menjual lebih banyak dan efektif
produk-produknya. Keuntungan maksimal lalu menjadi semacam finalitas yang mau
direalisir. Sementara bagi masyarakat konsumen, iklan bisa menyediakan
informasi mengenai bagaimana dan di mana kebutuhan-kebutuhan akan badang dan
jasa bisa terpenuhi secara lebih mudah dan efisien.
Maka sebagaimana juga disinyalir oleh A.
Sonny Keraf tidak mengherankan jika kemudian muncul kesan bahwa iklan
menampilkan citra bisnis sebagai “kegiatan menipu dan memperdaya konsumen untuk
mengeruk keuntungan sebesar-besarnya.” Dan sebagaimana juga dikritik oleh
Sri Paus Yohanes Paulus II, iklan lebih serinbg ditampilkan sebagai media
pembentuk masyarkat konsumenristis yang preokupasi utamanya adalah menumpuk
barang dan jasa sebanyak mungkin (to have), dan bukannya memanfaatkan barang
dan jasa yng sungguh-sungguh dibutuhkan untuk merealisir eksistensi dirinya (to
be). Di sini kemudian digarisbawahi bahwa iklan memang bisa meningkatkan
standar hidup konsumen.
¶ Bidang Politis
Seringkali juga media assa menampilkan
atau menayangkan iklan-iklan politik. Ini bisa menguntungkan semua pihak sejauh
tidak dipakai semata-mata demi kepentingan tiranis pihak penguasa, tetapi
sebagai ekspresi daru sebuah kehidupan politik yang demokratis. Artinya, dengan
iklan politik, masyarakat tidak hanya mendapatkan informasi perihal segala
kebiakan yang tengah dn akan diambil pemerintah, tetapi juga sebagai
konsekuensi semakin meningkatnya partisipasi masyarakat dalam kehidupan
politik, yakni dalam menentukan pilihan-pilihan politisnya.
¶ Bidang Kultural
Secara ideal harus dikatakan bahwa iklan
semestinya dikemas sebegitu rupa supaya tidak hanya bernilai secara moral,
tetapi juga intelektual dan estetis. Selain itu, para pemasang iklan juga mesti
mempertimbangkan kebudayaan dari masyarakat yang menjadi “sasaran” iklan.
Prinsip umum yang dianut adalah bahwa masyarakat harus selalu diuntungkan
secara kultural. Hal ini hanya bisa terwujud kalau isi iklan bukan merupakan
cerminan dari kehidupan glamor kelompok kecil masyarakat kaya atau pun
masyarakat dunia pertama yang wajib diimitasi secara niscaya oleh mayoritas
masyarakat miskin atau pun masyarakat dunia ketiga, tetapi merupakan cerminan
dan dinamisme kehidupan masyarakat miskin itu sendiri, karena iklan
menginformasikan barang dan jasa yang sungguh-sungguh mereka
butuhkan, dan itu berarti sesuai dengan stadar hidup mereka. Prinsip yang
secara etis dipegang teguh adalah bahwa iklan tidak harus pertama-tama
menciptakan kebutuhan-kebutuhan baru, atau mengekspos pola kehidupan baru yang
malah mengasingkan masyarakat dari kebudayaannya sendiri.
Dalam kenyataannya, iklan lebih sering
menampilkan kebudayaan hidup masyarakat yang lebih suka menonjolkan kompetisi
di segala bidang kehidupan seraya membuang jauh-jauh rasa solidaritas
antarsesama. Iklan juga seringkali meremehkan unsur-unsur edukatif, standar
moral serta seni yang tinggi. Bahkan boleh dikatakan bahwa sebagaian besar
iklan menampilkan warna dominasi kaum lelaki atas kaum perempuan.
¶ Bidang Moral dan
Agama
Ajaran-ajaran moral dan agama juga
sering kali disampaikan lewat iklan. Ajaran-ajaran moral dan agama tersebut
kepatuhan kepada kehendak Yang Ilahi, toleransi, belaskasihan, pelayanan dan
conta kasih kepada sesama yang lebih membutuhkan pertolongan, pesan-pesan
mengenai kesehatan dan pendidikan, dll bertujuan untuk memotivasi masyarakat ke
arh kehidupan yang baik dan membahagiakan.
Maka sebenarnya yang perlu diusahakan
bukannya meniadakan iklan, tetapi meniadakan isi atau maksud dari iklan yang
obsesi utamanya adalah mengkonstruksi sebuah masyarakat konsumtif dengan
seluruh konsekuensi yang menyertainya. Kalau kita setuju dengan analisis Dr.
Gregory Baum, bahwa media massa dan iklan cendrung mengkonstruksi realitas dan
bahwa realitas tersebut umumnya bersifat konsumtif-materialistis yang
sungguh-sungguh mensugesti manusia untuk secara niscaya menanggapinya, maka
bahaya pengrusakan lingkungan karena mentalitas hidup konsumtif sungguh-sungguh
serius. Sama seperti yang ditegaskan dokumen kepausan mengenai etika dalam
iklan, komitmen untuk mencegah upaya pengrusakan lingkungan ada pada mereka
yang berkehendak baik, yang mau mengusahakan sebuah kehidupan bersama yang utuh
dan integral, baik antara manusia maupun dengan lingkungan tempat kediamannya.
2.6
. Beberapa Prinsip Moral yang Perlu Dalam Iklan
Terdapat paling kurang 3 prinsip moral
yang bisa dikemukakan di sini sehubungan dengan penggagasan mengenai etika
dalam iklan.
Ketiga prinsip itu adalah :
1) Masalah kejujuran dalam iklan,
2) Masalah martabat manusia sebagai pribadi, dan
3) Tanggung jawab sosial yang mesti diemban oleh
iklan.
Ketiga prinsip moral yang juga digaris
bawahi oleh dokumen yang dikeluarkan dewan kepuasan bidang komunikasi sosial
untuk masalah etika dalam iklan ini kemudian akan didialogkan dengan pandangan Thomas
M. Gerrett, SJ yang secara khusus menggagas prinsip-prinsip etika dalam
mempengaruhi massa (bagi iklan) dan prinsip-prinsip etis konsumsi
(bagi konsumen). Dengan demikian, uraian berikut ini akan merupakan
“perkawinan” antara kedua pemikiran tersebut.
« Prinsip Kejujuran
Prinsip ini berhubungan dengan kenyataan
bahwa bahasa penyimbol iklan seringkali dilebih-lebihkan, sehingga bukannya
menyajikan informasi mengenai persediaan barang dan jasa yang dibutuhkan oleh
konsumen, tetapi mempengaruhi bahkan menciptakan kebutuhan baru. Maka yang
ditekankan di sini adalah bahwa isi iklan yang dikomunikasikan haruslah
sungguh-sungguh menyatakan realitas sebenarnya dari produksi barang dan jasa.
Sementara yang dihindari di sini, sebagai konsekuensi logis, adalah upaya
manipulasi dengan motif apa pun juga.
« Prinsip Martabat
Manusia sebagai Pribadi
Bahwa iklan semestinya menghormati
martabat manusia sebagai pribadi semakin ditegaskan dewasa ini sebagai semacam
tuntutn imperatif (imperative requirement). Iklan semestinya menghormati hak
dan tanggung jawab setiap orang dalam memilih secara bertanggung jawab barang
dan jasa yang ia butuhkan. Ini berhubungan dengan dimensi kebebasan yang
justeru menjadi salah satu sifat hakiki dari martabat manusia sebagai pribadi.
Maka berhadapan dengan iklan yang dikemas secanggih apa pun, setiap orang
seharusnya bisa dengan bebas dan bertanggung jawab memilih untuk memenuhi
kebutuhannya atau tidak.
Yang banyak kali terjadi adalah manusia
seakan-akan dideterminir untuk memilih barang dan jasa yang diiklankan, hal
yang membuat manusia jatuh ke dalam sebuah keniscayaan pilihan. Keadaan ini
bisa terjadi karena kebanyakan iklan dewasa ini dikemas sebegitu rupa sehingga
menyaksikan, mendengar atau membacanya segera membangkitkan “nafsu” untuk
memiliki barang dan jasa yang ditawarkan (lust), kebanggaan bahwa memiliki
barang dan jasa tertentu menentukan status sosial dalam masyarkat, dll.
« Iklan dan Tanggung
Jawab Sosial
Meskipun sudah dikritik di atas, bahwa
iklan harus menciptakan kebutuhan-kebutuhan baru karena perananya yang utama
selaku media informasi mengenai kelangkaan barang dan jasa yang dibutuhkan
manusia, namun dalam kenyataannya sulit dihindari bahwa iklan meningkatkan
konsumsi masyarakat. Artinya bahwa karena iklan manusia “menumpuk” barang dan
jasa pemuas kebutuhan yang sebenarnya bukan merupakan kebutuhan primer.
Penumpukan barang dan jasa pada orang atau golongan masyarkat tertentu ini
disebut sebagai surplus barang dan jasa pemuas kebutuhan. Menyedihkan bahwa
surplus ini hanya dialami oleh sebagai kecil masyarakat. Bahwa sebagian kecil
masyarakat ini, meskipun sudah hidup dalam kelimpahan, toh terus memperluas
batasa kebutuhan dasarnya, sementara mayoritas masyarakat hidup dalam
kemiskinan.
Di sinilah kemudian dikembangkan ide
solidaritas sebagai salah satu bentuk tanggung jawab sosial dari iklan.
Berhadapan dengan surplus barang dan jasa pemuas kebutuhan manusia, dua hal
berikut pantas dipraktekkan. Pertama, surplus barang dan jasa seharusnya
disumbangkan sebagai derma kepada orang miskin atau lembaga/institusi sosial
yang berkarya untuk kebaikan masyarakat pada umumnya (gereja, mesjid, rumah
sakit, sekolah, panti asuhan, dll). Tindakan karitatif semacam ini dilakukan
dengan pertimbangan bahwa kehidupan cultural masyarakat akan semakin
berkembang. Kedua, menghidupi secara seimbang pemenuhan kebutuhan fisik,
biologis, psikologis, dan spiritual dengan perhatian akan kebutuhan masyarakat
pada umumnya. Perhatian terhadap hal terakhir ini bisa diwujudnyatakan lewat
kesadaran membayar pajak ataupun dalam bentuk investasi-investasi, yang tujuan
utamanya adalah kesejahteraan sebagian besar masyarakat.
BAB
III
METODOLOGI
PENELITIAN
Untuk memperoleh data yang digunakan
dalam tugas ini, penulis menggunakan metode searching di Internet, yaitu dengan
membaca referensi – referensi yang berkaitan dengan masalah yang dibahas dalam
tugas ini.
Penulis juga memperoleh data dari
pengetahuan yang penulis ketahui. Selain itu penulis juga mencari data melalui
media elektronik seperti menonton acara berita yang secara tidak sengaja membahas
tentang iklan dalam etika dan estetika.
BAB
IV
PEMBAHASAN
4.1
Iklan kaitannya dengan kepentingan perusahaan
- Memberikan informasi
Iklan di gunakan oleh produsen atau perusahaan untuk
memberikan informasi kepada masyarakat mengenai produk perusahaan. Informasi –
informasi tersebut dapat berupa menjelaskan mengenai kegunaan, kemampuan, cara
kerja, keunggulan, kualitas, serta harga produk. Informasi mengenai produk
sangat di perlukan apalagi terhadap suatu produk yang baru di pasarkan. Hal ini
di lakukan agar konsumen mengetahui bahwa ada produk baru. Tentunya hal
tersebut juga dapat membantu bagi produsen atau perusahaan dalam membangun
citra produk.
- Membujuk
Bentuk periklanan ini bersifat membujuk masyarakat untuk
melakukan pembelian terhadap produk atau merek perusahaan dan kemudian
melakukan pembelian ulang. Tujuannya adalah menciptakan permintaan terhadap
produk atau merek tersebut. Hal ini tentu penting bagi produk pada masa
persaingan. Dengan berusaha untuk meyakinkan akan keunggulan produk atau merek
perusahaan terhadap produk pesaing dan di harapkan dapat mengubah persepsi
masyarakat terhadap produk atau merek perusahaan sehingga dapat membujuk
masyarakat untuk segera melakukan pembelian serta membujuk konsumen pesaing
untuk berpindah ke merek perusahaan.
- Mengingatkan
Yaitu iklan yang bertujuan mengingatkan kembali kepada
masyarakat terhadap produk atau merek perusahaan. Ketika masyarakat membutuhkan
produk atau merek tertentu, maka mereka akan mengingat produk atau merek
perusahaan untuk memenuhi kebutuhannya sekarang dan di masa yang akan datang.
Periklanan ini sangat bermanfaat bagi produk yang berada pada tahap kedewasaan.
Selain itu, bentuk periklanan ini juga berusaha untuk memberikan keyakinan
kepada konsumen bahwa pilihannya tepat.
- Memberikan Nilai Tambah
Dengan iklan yang efektif dapat memberikan nilai tambah
terhadap produk atau merek tertentu sehingga produk atau merek tersebut dapat
dipersepsikan lebih mewah, lebih modern, lebih fleksible, lebih bergaya dan
lebih bergengsi. Sehingga secara keseluruhannya produk tersebut dapat memenuhi
keinginan dan kebutuhan konsumen jika di bandingkan dengan produk pesaing.
- Mendukung Usaha Promosi
Lainnya.
Iklan juga dapat di gunakan untuk membantu meningkatkan
komunikasi produk dalam bentuk sales promotion serta membantu pemasaran produk
dalam bentuk komunikasi promosi yang lainnya.
Dari penjabaran mengenai fungsi dan manfaat iklan secara
umum dapat di ketahui bahwa iklan memiliki peranan yang sangat penting bagi
suatu perusahaan dalam memasarkan produk barunnya agar dapat di kenal oleh
masyarakat. Dengan menggunakan media iklan, memberikan informasi kepada
masyarakat dapat lebih efektif dan dengan biaya yang relative murah..
4.2
Iklan kaitannya dengan hak-hak konsumen
Salah
satu kemajuan besar dari kehadiran Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang
Perlindungan Konsumen (UUPK) dalam sistem perlindungan konsumen adalah rumusan
mengenai hak-hak Konsumen. Pasal 4 UUPK merumuskan 9 (sembilan) hak konsumen,
yaitu: 1) hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang
dan/atau jasa; 2) hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan
barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta
jaminan yang dijanjikan; 3) hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur
mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa; 4) hak untuk didengar
pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan; 5) hak untuk
mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa
perlindungan konsumen secara patut; 6) hak untuk mendapat pembinaan dan
pendidikan konsumen; 7) hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan
jujur serta tidak diskriminatif; 8) hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti
rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak
sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya; 9) hak-hak yang
diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
Hak-hak
konsumen yang dirumuskan dalam Pasal 4 UUPK merupakan satu kesatuan yang tidak
dapat dipisah-pisahkan. Artinya, dalam setiap transaksi Pasal 4 UUPK atau
pengguaan suatu produk barang dan jasa tertentua, pihak pelaku usaha harus
menjamin semua hak tersebut terpenuhi. Dari perspektif kepentingan konsumen,
tahap-tahap dalam transaksi antara pelaku usaha dan konsumen, maka hak yang
paling penting adalah hak atas informasi. Hak atas informasi ini penting,
karena informasi yang diperoleh menjadi dasar bagi konsumen untuk mengambil
keputusan untuk melanjutkan transaksi atau keputusan untuk menggunakan atau
tidak menggunakan suatu produk barang dan jasa. Dengan kata lain, hak atas
informasi ini penting, karena hak ini menjadi dasar bagi pelaksanaan hak-hak
yang lainnya, misalnya hak untuk memilih produk yang kemudian dilanjutkan
dengan hak atas fair agreement. Tanpa perlindungan atas hak informasi, konsumen
akan menghadapi kesulitan dalam menentukan hak-hak lainnya. Secara teoritis,
informasi produk sebenarnya tidak saja untuk kepentingan konsumen, tetapi juga
untuk kepentingan produsen sendiri, karena informasi tentang produk juga
berfungsi sebagai tanda atau penbeda antara produk yang satu dengan produk yang
lainnya. Artinya, produk yang dijual akan dicari konsumen karena pengetahuannya
tentang produk tersebut melalui berbagai sarana informasi . Pada akhirnya, dari
perspektif pelaku usaha, informasi yang disampaikan bersifat promotif, atau
menjadi bagian dari strategi promosi produk. Dalam praktek hubungan antara
produsen dan konsumen, iklan merupakan salah satu instrumen promosi dan sumber
informasi yang paling digunakan oleh pelaku usaha.
Suka
atau tidak, iklan mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap kehidupan
masyarakat baik secara positif maupun negatif. Pengaruh positif iklan adalah
memberikan informasi kepada konsumen sehingga memudahkan konsumen memilih
produk apa yang digunakan. Melalui informasi yang didapat dari iklan, konsumen
dimudahkan untuk mengetahui keunggulan suatu produk dibandingkan dengan produk
yang lain sehingga konsumen dapat mempertimbangkan dengan seksama sebelum
memutuskan untuk memilih. Pengaruh negatifnya adalah iklan dapat mempengaruhi
konsumen untuk membeli produk yang sebenarnya tidak mereka butuhkan. Masyarakat
yang sebenarnya tidak membutuhkan barang dan/atau jasa tertentu terkadang
dengan adanya iklan terpengaruh untuk membeli dan/atau memanfaatkan jasa tersebut
karena di dalam iklan digambarkan seolah-olah masyarakat membutuhkannya.
Sebagai sarana komunikasi dan pemasaran, iklan memegang peranan penting,
sehingga iklan haruslah jujur, bertanggungjawab, tidak bertentangan dengan
hukum yang berlaku, dan tidak boleh menyinggung perasaan dan martabat negara,
agama, susila, adat, budaya, suku, golongan, serta iklan harus dijiwai oleh
asas persaingan yang sehat.
Iklan
yang pada hakikatnya merupakan salah satu strategi pemesaran yang bermaksud
untuk mendekatkan konsumen dengan pelaku usaha pada kenyataan sering menjadi
“batu sandungan” si pelaku usaha. Hal ini disebabkan banyaknya iklan yang
justru mengecewakan konsumen karena memberikan informasi yang berlebihan,
menyesatkan, dan menipu. Kekecewaan konsumen akan iklan yang berlebihan,
menyesatkan, dan menipu ini tercermin dengan banyaknya keluhan yang disampaikan
melalui surat kabar. Kita tentu sering membaca di surat kabar misalnya di kolom
Redaksi Yang Terhormat di koran Kompas, dimana konsumen mengeluh
tentang suatu produk kerena ternyata produk tersebut tidak sesuai dengan
iklannya. Periklanan dalam pengertian-pengertian pokok Tata Krama dan Tata Cara
Periklanan Indonesia ialah seluruh proses yang meliputi penyiapan, perencanaan,
pelaksanaan dan penyampaian iklan. Dengan demikian periklanan lebih kepada
manajemen iklan sebagai keseluruhan proses yang merupakan salah satu bentuk
komunikasi untuk memenuhi fungsi pemasaran, dan bukan semata-mata aspek teknis.
Periklanan
harus mampu membujuk khalayak agar berperilaku sedemikian rupa sesuai dengan
strategi pemasaran perusahaan untuk mencetak penjualan dan pemilihan dan
keputusan membeli. Pengaruh iklan sebagai proses komunikasi memiliki unsur
mempengaruhi khalayak penerimanya, pengaruh yang ditimbulkan itu merupakan efek
yang terjadi pada diri khlayak akibat penyampain pesan komunikasi (pengusaha).
Dengan demikian setiap produsen pasti mengharapkan iklannya memiliki efek
tertentu pada khalayak. Efek itu menjadi tujuan komunikasi dari suatu iklan,
namun bukan berarti efek yang diharapkan adalah produk yang diiklankannya
tersebut akan langsung dibeli oleh khalayak, karena walaupun tugas utamanya
membantu menciptakan penjualan, iklan tidak dirancang untuk menciptkan
penjualan seketika. Dengan kata lain, efek iklan bersifat jangka panjang.
Pengaruh
iklan terhadap khalayak, terutama konsumen sangat terasa, kebanyakan dari
konsumen/khalayak menentukan pembelian suatu barang/produk atau menggunakan
jasa ide tertentu akibat dari adanya pengaruh informasi dan persuasi iklan baik
melalui televisi maupun media cetak seperti majalah, koran dan sebagainya.
Terkait
dengan iklan yang menipu, profesionalisme dalam beriklan sangat penting.
Ketidakcermatan dapat mengubah fungsinya. Kalau hal ini sengaja, maka ia
menjadi kebohongan, dan dapat dikategorikan sebagai penipuan (Fraudulent
Misrepresentation). Setidaknya ada dua kategori untuk misrepresentation.
Misalnya menyebutkan adanya sesuatu yang sebenarnya tidak ada atau sebaliknya,
adanya zat tertentu dalam produk, tetapi tidak disebutkan. Kedua, adalah
pernyataan yang menyesatkan (mislead). Istilah lain yang juga
digunakan adalah deceptive (memperdayakan).
Kecuali
dua kategori itu ditemukan istilah-istilah, yakni berupa puffery, mock-ups,
deceptive. Puffery adalah iklan yang menyatakan suatu produksi
secara berlebihan dengan menggunakan opini subjektif. Contohnya iklan yang
menggunakan kata-kata : nomor satu; terbaik; lebih unggul; pasti cocok; tiada
tandingan dan ungkapan lain tanpa memberikan suatu fakta tertentu. Mock-ups,
yakni cara mengiklankan sesuatu produksi dengan menggunakan tiruan. Secara
konseptual, penipuan (deceptive) terjadi bila suatu iklan yang
disampaikan pada proses persepsi khalayak dan hasil out put dari proses
persepsi tersebut (1) berbeda dengan kenyataan sebenarnya dan (2) mempengaruhi
sikap membeli (Buying Behavior) yang merugikan khalayak/konsumen. Input
atau masukan itu sendiri mungkin dapat diterapkan mengandung kesalahan. Hal
yang lebih sulit dan kasus yang lebih umum terjadi adalah saat input
atau iklan tersebut tidak secara jelas salah, tetapi proses persepsi
menimbulkan kesan menipu. Sebuah penolakan mungkin tidak akan melewati saringan
perhatian atau pesannya mungkin akan ditafsirkan secara kalah (ministerpreted).
Padahal
langkah agar khalayak mendapatkan persepsi seperti yang diinginkan pemasang
pesan merupakan proses memerlukan pertimbangan matang. Dalam hal ini perancang
pesan harus memperhitungan latar pengalaman (Field of experience) dan
kerangka acuan (Frame of reference) khalayak yang perlu diteliti dan
dianalisa sebelumnya.
4.3. Contoh Iklan yang Berkaitan dengan Etika
Etika adalah ilmu tentang hal yang baik maupun hal yang
buruk dan tentang hak dan kewajiban dalam bermoral ( Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia ). Bisa juga diartikan pada kasus ini, etika dalam periklanan adalah
ilmu yang membahas tentang baik atau buruk , hak dan kewajiban yang berkaitan
dengan periklanan. Ada tiga unsur
yang dapat menetukan apakah sebuah iklan itu baik atau tidak yaitu :
1. Etis (berkaitan dengan kepantasan sebuah
iklan)
2.
Estetis ( berkaitan dengan kelayakan, apakah iklan tersebut layak untuk target
marketnya dan apakah jadwal tayangnya iklan tersebut layak )
3.
Artistik ( mengandung nilai seni sehingga mengundang perhatian masyarakat)
Contoh
Iklan yang berkaitan dengan Etika :
1. Iklan rokok yang tidak menampilkan
orang yang secara langsung merokok, tapi menggunakan penggambaran lain.
Contohnya iklan Gudang Garam Internasional yang mengusung tema"Pria Punya
Selera".
2. Iklan pembalut wanita yang tidak
terang - terangan menampilkan daerah kewanitaan yang ditampung dengan pembalut.
Contohnya iklan Charm body fit night, hanya menampilkan bagaimana sistem
penyerapan pembalut itu dengan 3D dan hanya menampilkan seorang wanita yang
tidur dengan nyaman sampai keesokan harinya tanpa takut kebocoran berkat
pembalut tersebut.
3. Iklan sabun mandi yang tidak
menampilkan orang yang sedang mandi secara utuh. contohnya iklan sabun mandi
Lux atau biore yang hanya menampilkan orang yang mandi ditutupi busa secara keseluruhan,
hanya pundak dan bagian belakang punggung yang terlihat.
4. kasus
PT Megarsari Makmur (produk HIT) masalah yang terjadi dikarenakan kurangnya
pengetahuan dan informasi mengenai kandungan-kandungan apa saja yang terkandung
dalam produk tersebut.
BAB
V
KESIMPULAN
DAN SARAN
5.1. KESIMPULAN
Iklan sangatlah penting bagi perusahaan
untuk memperkenalkan produk serta memposisikan produk dimata pelanggan, seorang
produsen dalam mempromosikan produknya harus memperhatikan etika dan estetika
serta norma-norma yang berlaku
Etika
yang harus diterapkan di dalam iklan adalah sebagai berikut :
1.
Jujur : tidak memuat konten yang tidak sesuai dengan produknya
2.
Tidak memicu SARA3.
3.
Tidak mengandung pornografi.
4.
Tidak bertentangan dengan norma - norma yang berlaku.
5.
Tidak melanggar etika dalam berbisnis
6.
Tidak Plagiat
Didalam
kehidupan sehari-hari terkadang kita menemukan iklan yang beretika dan tidak
beretika.
5.2.
SARAN
:
Sebaiknya para produsen dalam
mempromosikan produknya harus memperhatikan norma-norma, estetika dan etika
yang berlaku agar tidak merugikan pihak manapun..
DAFTAR
PUSTAKA
¶ Keraf, Sonny A., Etika
Bisnis, Penerbit Kanisius, Yogyakarta, 1991.
¶ Dokumen Komisi Kepausan
bidang Komunikasi Sosial tentang Etika dalam Iklan. Dikutip dari L’Osservatore
Romano N. 16, 16 April 1997.
¶ Garrett, Thomas M.,
SJ, Some Ethical Problems of Modern Advertising, The Gregoriana Univ.
Press, Rome, 1961.
http://www.kantorhukum-lhs.com/1/?id=Hak-Konsumen-vs-Perusahaan-Seluler